Novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori adalah salah satu karya sastra Indonesia yang paling menggugah dalam satu dekade terakhir. Mengangkat kisah aktivis 1990-an yang diculik serta luka mendalam yang diwariskan kepada keluarga, novel ini bukan hanya fiksi—ia adalah pengingat sejarah dan seruan kemanusiaan. Kekuatan ceritanya membuat banyak orang tidak heran ketika kisah ini akhirnya dibawa ke dunia film.
Ketika “Laut Bercerita” Menyisakan Jejaknya Lewat Film Pendek
Adaptasi pertama Laut Bercerita hadir dalam bentuk film pendek pada tahun 2017. Disutradarai oleh Pritagita Arianegara, film ini berhasil mempertahankan sensitivitas dan kedalaman emosional novel meski berdurasi singkat. Fokusnya tetap pada inti cerita: penculikan aktivis, penyiksaan yang terjadi, dan keluarga yang terus menunggu tanpa jawaban. Dengan visual puitis dan cerita yang menghantam perasaan, film pendek ini membuat banyak penonton yang tidak pernah membaca bukunya langsung jatuh ke dalam atmosfer kisahnya. Adaptasi ini menjadi pintu masuk baru menuju novel yang lebih luas.
“Laut Bercerita” Menemukan Ruang Baru di Layar Lebar 2026
Besarnya respons publik membuat Laut Bercerita dilanjutkan menjadi film layar lebar yang dijadwalkan tayang pada 2026. Yosep Anggi Noen dipercaya menjadi sutradara, sementara aktor papan atas seperti Dian Sastrowardoyo dan Reza Rahadian bergabung dalam jajaran pemeran. Adaptasi versi panjang ini disebut sebagai proyek besar, bukan hanya karena skala produksinya, tetapi juga karena bebannya untuk menghadirkan kembali sejarah yang masih meninggalkan bekas di Indonesia. Dengan durasi yang lebih lapang, film ini berkesempatan menyelami relasi para tokoh, dinamika keluarga, serta suasana represif era 1990-an secara lebih mendalam.
Ketika “Laut Bercerita” Membangunkan Ingatan yang Lama Tidur

Adaptasi Laut Bercerita menjadi pusat perhatian karena membawa isu yang jarang disentuh film arus utama: hilangnya para aktivis serta trauma yang diwariskan kepada keluarga. Bagi Gen Z yang ingin memahami sejarah tanpa harus membaca buku tebal, film ini menjadi jembatan emosional yang relevan. Ceritanya terasa dekat karena memotret kehilangan, harapan, dan perjuangan yang tetap relevan di masa sekarang. Itulah mengapa banyak orang sudah mengantisipasinya bahkan sebelum trailer lengkapnya muncul.
Saat “Laut Bercerita” Menyatukan Sastra, Film, dan Nafas Baru Ekraf

Transformasi Laut Bercerita dari novel ke film menunjukkan bagaimana subsektor ekonomi kreatif bisa saling menguatkan. Dimana buku mampu menyediakan cerita yang kuat, sementara film memberikan ruang lebih luas untuk menjangkau penonton baru. Adaptasi seperti ini pada akhirnya membangkitkan minat baca, mendorong industri film lokal untuk mengangkat tema historis, dan memperkuat kerja sama antara penulis dan sineas. Tidak hanya itu, proses adaptasi juga membuka peluang pembangunan IP yang berkelanjutan, dari novel hingga berbagai konten turunan. Dengan terangkatnya Laut Bercerita ke layar lebar, ekosistem ekraf Indonesia ikut mendapatkan momentum untuk berkembang lebih besar. Siap nonton Laut Bercerita tahun depan?
Baca Juga:
Film Penyalin Cahaya Akan Tayang di Netflix, Beneran nih?
Yuk Isi Waktu Liburanmu dengan Film-film Bertema Natal atau Keluarga Ini!
MADFEST UB 2025: Festival Desain Nusantara Bertema Paradoks Indonesia
900 Juta Penonton Udah Jatuh Hati Sama Rangga dan Cinta dan Reaksinya Bikin Gemes
ADGI Design Week 2025 Jadi Perayaan Besar Desain dan Kolaborasi Kreatif Indonesia



