Yuk Ke Festival Payung Indonesia Candi Borobudur, 7 – 9 September 2018

Press Release Oleh: MATAYA arts&heritage Diterbitkan oleh: @gesercuy

Festival Payung Indonesia kembali hadir dengan anggun pada tempat asalnya, ibu segala payung : Borobudur. Berbagai ragam payung Nusantara akan hadir, menyemarakkan perayaan tahunan ini, yang berlangsung tiga hari pada 7,8 dan 9 September 2018. Dengan tema Lalitavistara, kisah yang terpapar pada relief Borobudur, yang merayakan payung sebagai penanda kelahiran, berbagai tahap kehidupan, keagungan dan kematian. Payung menjadi simbol sekaligus penanda dalam siklus kehidupan dan perekat keberagaman.

Festival Payung Indonesia 2018

Sebagaimana penyelenggaraan sebelumnya di berbagai tempat di Solo, festival ini menjadi perayaan rakyat terbesar yang dihadiri berbagai kalangan masyarakat. Perayaan kehangatan yang digelar dalam ‘Sepayung Indonesia’.

Selama tiga hari pengunjung akan dimanjakan dengan berbagai ragam tradisi payung dari pelosok tanah air :

Jepara, Banyumas, Tasikmalaya, Tegal, Kendal,  Malang, dan Juwiring (Klaten). Beragam grup tari, musik,Fashion dan komunitas kreatif  dari  Lumajang, Padang, Makassar, Banjarbaru (Kalsel), Bengkulu, Lampung Utara, Sumba Timur, Bali, Malang, Surabaya, Solo, Jakarta, Yogyakarta dan berbagai daerah lainnya berpartisipasi – juga para perancang busana muda.

Festival Payung Indonesia mempertemukan perajin payung, seniman, pekerja seni dan komunitas kreatif untuk melestarikan payung tradisional Indonesia dan  mengeksplorasi tradisi payung Indonesia hingga batas terjauhnya dengan melibatkan partisipasi beragam masyarakat.

Partisipan festival tidak hanya dari dalam negeri,melainkan juga dari Jepang, India, Pakistan dan Thailand. Untuk delegasi Thailand memang sudah rutin selalu hadir. Karena Festival Payung Indonesia dan Bo Sang Umbrella Festival (Tonpao, Provinsi Chiang Mai,  Thailand) sudah melakukan hubungan sister-festival sejak 2016, yang punya visi bersama menuju Asian Umbrella Community.

Dibuka oleh Arak-Arakan Payung Nusantara yang mengelilingi Borobudur, menapaki kembali jalan purba yang dilalui para peziarah dunia bersama masyarakat sekitar. Pagi, siang, dan sore hari terdapat pentas tari dan musik, workshop pembuatan payung, workshop payung ecoprint, dan pameran payung lontar.

Bersama sama juga menjelajahi citarasa sajian kuliner klasik RASAKALA, yang meramu kembali kekayaan rasa yang digali kembali dari artefak sunyi Borobudur.

Malam hari mendengarkan lantunan sunyi ATA RATU dari Sumba Timur, Suara Semesta AYU LAKSMI dari Bali, kidung kontemporer dari ENDAH LARAS. Di puncak acara, terdapat Anugerah Payung Indonesia untuk:  Ibu Syofyani Yusaf, maestro tari dari Padang; Ata Ratu, maestro musik Jungga (alat musik tradisional  Sumba Timur), dan Mukhlis Maman, maestro musik Kuriding (alat musik tradisional Kalimantan Selatan).

Festival Payung Indonesia merupakan festival rakyat yang diselenggarakan, didukung dan diperuntukan bagi masyarakat kreatif. Komunitas lokal dilibatkan sejak dalam perencanaan dan bersama-sama menyelenggarakan dan menyambut pengunjung dengan terbuka. Kemeriahan juga diselenggarakan di lima Balkondes (Balai Perekonomian Desa) yang tersebar di Wanurejo, Ngadiharjo, Borobudur, Karangrejo dan Bumiharjo.

Penyelenggaraan FESPIN 2018, dibayangi peringatan 70 tahun Kongres Kebudayaan 1948 yang diselenggarakan di Magelang. Pertemuan kebudayaan pertama yang bersejarah dihadiri oleh Presiden Soekarno, Wakil Presiden Hatta, Panglima besar Soedirman, Ki Hajar Dewantara dan seluruh budayawan pada masanya. Kongres Kebudayaan yang dengan tegas mencanangkan bahwa kita berada dalam payung bersama : INDONESIA.

Exit mobile version