Selamat Datang di Indiekraf Media - Kunjungi Juga Studio Kami untuk Berkolaborasi lebih Keren :)

Menuju Indiekraf Studio
Digital KreatifIndustri KreatifTips Kreatif

Pentingkah Kolaborasi Dalam Persaingan Digital Era Revolusi Industri 4.0?

Indonesia mencanangkan siap masuk dalam percaturan era Revolusi Industri 4.0, benarkah kolaborasi jadi kata kunci?

Revolusi industri 4.0 memang tidak bisa dihindari. Apalagi bagi Indonesia, sebagai negara dengan pengguna internet terbesar di bumi ini. Suka tidak suka, mau tidak mau ekonomi kreatif, berbasis digital menjadi salah satu potensi yang bisa digali tanpa takut kehabisan sumber daya.

Namun untuk mencapai Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompetitif dalam persaingan ekonomi digital tidak semudah membalikkan telapak tangan. Mengubah cara berpikir dan gaya kerja masyarakat, khususnya generasi milenial menjadi digital minded yang mampu berakselerasi dengan cepat, jelas memerlukan kolaborasi. Baik dari pemerintah, pengusaha, legislatif, dan juga masyarakat luas.

Kolaborasi yang seperti apa?

image: soraya-kandan

Dilansir dari marketeers.com, Deputi Komisioner OJK Institute Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sukarela Batunanggar menyatakan, pemberdayaan ekonomi masyarakat, dengan optimalisasi teknologi menjadi hal penting. Baginya tidak bisa dipungkiri, cara ini akan bisa membantu pelaku usaha siapapun untik bisa melakukan inovasi model bisnis yang kreatif.

Hal ini didukung dengan pelaku ekonomi Indonesia, yang didominasi oleh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), yang mencapai 60 juta pelaku lebih.

 “Yang terpenting adalah bagaimana kita bersama-sama para pemangku kepentingan sektor keuangan dapat memberdayakan masyarakat, sehingga tercapai dua objektif. Pertama, akses pembiayaan jadi lebih terjangkau bagi para UMKM. Kedua, edukasi dari sisi kapasitas masyarakat. Dalam konteks ekonomi daerah, sinergi dan kolaborasi dari berbagai para pemangku kepentingan di berbagai daerah, sangat diperlukan,” papar Sukarela.

Dari sisi yang lain, kolaborasi ekonomi digital kreatif, saat ini juga sudah didorong oleh sejumlah startup unicorn. GO-JEK, Grab, Bukalapak dan lainnnya, telah menjadi puncak tertinggi model ekonomi kreatif digital di Indonesia, dengan tetap memberdayakan para pelaku UMKM.

Sebuah suvey yang pernah dilakukan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) pada 2017, bisa memperlihatkan, bahwa GO-JEK telah memberikan sumbangsih sebesar Rp 8,2 triliun kepada perekonomian Indonesia.

Angka ini muncul dari penghasilan mitra pengemudi, dan Rp 1,7 triliun, yang disumbangkan melalui penghasilan mitra UMKM mereka. Begitu pula dengan para pelaku mitra UMKM nya. Mereka juga mengalami peningkatan volume penjualan menjadi tiga kali lipat. Teknologi memang menjadi kata kunci bagi GO-JEK dan rekan – rekannya di startup, untuk bisa memecahkan masalah ketimpangan ekonomi.

Bahkan, pentingnya kolaborasi ekonomi digital ini, juga mendapatkan jalan tol, dengan aturan dari OJK, No. 13/POJK.02/2018, perihal Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan. Aturan yang baru terbit pada awall September 2018 ini diharap bmenjadi ketentuan industri financial technology (fintech), tanpa menjadi hambatan bagi inovasi baru yang muncul dari industri berbasis manajemen dan keuangan digital tersebut.

Kolaborasi sebagai penyambung dan solusi

foto: Adweek.com

Muncul keyakinan bahwa Revolusi Industri 4.0, justru akan memberikan keuntungan bagi para pebisnis. Lantaran, revolusi ini justru  mampu memangkas berbagai biaya produksi, dan distribusi. Khususnya jika para pelaku industri mampu menciptakan ekosistem kolaborasi yang cantik.

Seperti dilansir dari detik.com, hal ini dipaparkan oleh Dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) Richard Mengko, yang selama ini aktif sebagai pemerhati gerakan revolusi industri 4.0, dalam pembentukan forum Indonesia Digital Business Forum (Indibest Forum).

Richard menyatakan bahwa. awal antisipasi masifnya serbuan revolusi industri 4.0, bisa dimulai sedini mungkin. Yaitu dengan menciptakan kolaborasi antar pihak yang berkepentingan, bukan lagi persaingan bisnis.

“Kata kuncinya ada dua, yakni near-future yaitu perubahan bukan dalam waktu lama melainkan hitungan bulan. Kedua adalah ekosistem yang ujungnya bisa mengubah perilaku kita,” ujar Richard.

Sementara, Strategic Planning Berakar Komunikasi, Satriyo Wibowo memberikan penjelasan, poin penting dari revolusi industru 4.0 bukan pada penguatan Teknologi Informasi (TI) saja, namun lebih pada bagaimana sikap diri kita dalam menghadapinya.

Dalam pandangan Satriyo, ‘menantang’ revolusi industri 4.0, memang seharusnya para pelaku ekonomi kreatif bisa berpikir secara maksimal. Menurutnya, itu adalah kolaborasi. Karena akan sulit jika bergerak secara parsial, untuk bisa menghadapi revolusi industri 4.0.

Para pelaku industri harus mau dan mampu berkolaborasi, untuk membuat ekosistem digital yang kuat dalam membendung ekspansi asing.
Pemain industri harus berkolaborasi agar bisa membentuk ekosistem digital yang lebih kuat di tengah gempuran ekspansi asing.

Seperti halnya yang dilakukan dengan pembentukan Indibest Forum, untuk bisa memahami dan memetakan karakteristik pasar industri ekonomi digital pada khususnya.

Adapun para anggotanya adalah para pemain industri seperti Telkomsel, BNI, Alfamart, Qualcomm, IMX, dan WIN/PASSBAYS, tapi juga lembaga pemerintahan seperti Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Semua pihak dianggap memiliki fungsi dan tujuan masing-masing.

Show More

Related Articles

One Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.