PRESS RELEASE
INDIEKRAF – Acara Stasion Festival 2018 merupakan kegiatan tahunan komunitas Startup Singoedan (STASION) Malang. Setelah pertama kali menggelar konferensi pada tahun 2017 silam, kali ini STASION sukses menggelar event festival Startup terbesar di Kota Malang. Event Stasion Festival berlangsung selama dua hari, tepatnya pada tanggal 17-18 November 2018 yang bertempat di Digital Innovation Lounge (DILo). Sekitar 25 lebih booth pameran startup asli Kota Malang turut meramaikan festival. Acara ini juga dihadiri lebih dari 700 orang, baik dari pengunjung exhibition serta pihak terkait yang turut mensukseskan kegiatan.
Sehari sebelum pelaksanaan konferensi, Stasion juga menggelar sharing session yang membahas mengenai Fintech, Design Principles, Automated Test dan Animation for Industries pada Sabtu (17/11/2018). Peserta yang mengikuti sesi tersebut mencapai 500 orang lebih. Hal tersebut menandakan bahwa gairah masyarakat kota Malang sangat tinggi terhadap industri digital.
Puluhan akademisi, pengusaha, komunitas dan pemerintah berdiskusi untuk menyelesaikan masalah pembangunan ekosistem digital di Kota Malang pada Konferensi yang bertajuk “Build Ecosystem and Human Capital for Digital Industries”, pada Minggu (18/10) di Digital Innovation Lounge Malang.
Konferensi tersebut merupakan rangkaian acara dari Stasion Festival 2018, acara tahunan yang diadakan komunitas Startup Singo Edan (Stasion) Malang dalam rangka menjembatani komunitas berbasis digital dan perusahaan rintisan di Kota Malang.
Dalam acara tersebut, Kota Malang masih belum bisa dikatakan dapat memaksimal potensinya untuk menjadi kota kreatif. Meskipun mendapatkan apresiasi pembangunan kota kreatif dari Indonesian Awards 2018, menurut Fajar, seorang praktisi IT peserta konferensi mengatakan bahwa data-data terkait potensi kreatif saja belum tertata dengan baik. Dia juga menambahkan periode 2017-2018 belum ada pergerakan yang signifikan.
Rumusan mengenai pembangunan ekosistem digital, terutama di pengembangan ekonomi kreatif Kota Malang sudah dicanangkan oleh Komite Ekonomi Kreatif bersama stakeholder terkait. Vicky Arief, salah satu komite Ekonomi Kreatif dan sekaligus koordinator Malang Creative Fusion (MCF) memaparkan road map ekonomi kreatif selama tiga tahun terakhir.
Komite Ekonomi Kreatif membutuhkan waktu 1,5 tahun memetakan potensi-potensi ekonomi kreatif di Kota Malang. Data pelaku ekonomi kreatif tersebut tidak mereka dapatkan dari pemerintah, namun dari komunitas seperti MCF dan Stasion yang rata-rata belum terverifikasi secara resmi.
Setelah proses mapping potensi kreatif selesai, Komite bersama stakeholder terkait berembuk mengenai strategi yang akan berlanjut ke persiapan pembangunan ekosistem nantinya.
Selama ini, menurut pandangan Vicky. Terjadi gap mengenai persepsi saling tuding antar akademisi, komunitas, pengusaha dan pemerintah.
“Beberapa kawan dari komunitas memandang akademisi hanya penelitian saja, dan hanya masuk di lemari. Sebaliknya akademisi mempertanyakan kontribusi komunitas yang tidak jelas. Komunitas juga menyalah-nyalakan pemerintah yang tidak tahu apa yang dituju meski sudah menganggarkan dana yang besar.” Ungkap Vicky.
Cahyo, salah satu dosen Teknik Informatika UIN Malang membantah miskonsepsi bahwa penelitian dosen tidak berakhir di lemari. Berdasarkan pengakuannya, penerbitan jurnal internasional terindeks Scopus membantu riset mereka dipelajari oleh industri secara global. Rata-rata penelitian dosen di Indonesia digunakan oleh industri di luar negeri, sedangkan di Indonesia sendiri tidak dihargai.
Miftahul Huda, Ketua Komunitas Stasion Malang menyimpulkan semua stakeholder terkait seharusnya dapat duduk bersama, yang tidak cukup sekali dua kali, untuk menyamakan persepsi dan menghilangkan miskonsepsi pandangan negatif antar stakeholder.
Selain itu, Walikota Malang Drs. H. Sutiaji, yang turut hadir membuka konferensi berkomitmen menampung saran-saran dari masing-masing stakeholder. Mantan wakil walikota tersebut juga meminta bantuan untuk pembangunan infrastuktur smart city di Kota Malang. Dia sedang menyiapkan kawasan kayutangan sebagai heritage sejarah yang diisi oleh pelaku ekonomi kreatif.