Indiekraf.com – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menggelar kegiatan yang dilangsungkan bersama dengan Salaka.edu dan IFC Networker. Kegiatan tersebut berupa pelatihan untuk meningkatkan pemahaman bagi komunitas film dan pengelola desa wisata dalam upaya memaksimalkan desa wisata sebagai lokasi produksi film. Dengan tajuk ‘Indonesia Film Course and Incubation Programme) atau IN-FRAME, kegiatan ini berlangsung mulai 13 sampai 16 Oktober 2020.
IN-FRAME sendiri berlangsung di Yogyakarta dan turut melibatkan 20 peserta dari komunitas film yang terletak di Yogyakarta serta kota – kota lain di sekitarnya seperti Semarang, Magelang dan Purworejo. Dalam empat hari, peserta diberikan materi terkait dengan layanan produksi film dan desa wisata, layanan lokasi dan produksi, strategi pemasaran, perizinan dan insentif serta sistem informasi dari berbagai narasumber.
Syaifullah selaku Direktur Industri Kreatif Film, Televisi, dan Animasi Kemenparekraf/Baparekraf memberikan keterangan resmi pada Selasa (20/10/2020). Ia mengatakan bahwa kegiatan ini memberi pemahaman kepada para filmmaker dan pengelola desa wisata mengenai manajemen dan pengelolaan lokasi syuting sebagai aset yang dapat dioptimalkan. Bahwa lokasi film dapat memberikan efek emosional yang berpotensi menjadi pengungkit roda perekonomian dengan menghidupkan industri pariwisata dan pengembangan aspek ekonomi kreatif lainnya.
Baca Juga Dekranasda Fair 2019, Ajang Pelaku UMKM Pamerkan Produk Lokal Unggulan Kota Malang
Turut hadir pula Sutradara film Nasional, Hanung Bramantyo, sebagai salah satu narasumber dalam kegiatan ini. Ia menceritakan tentang studio syuting sekaligus Desa Wisata Gamplong yang diinisiasi bersama dengan warga desa di sana. “Membangun set lokasi bukan hal yang mudah dalam proses pembuatan film. Sayang sekali apabila set tersebut harus dihancurkan setelah proses syuting usai. Dari beragam referensi dan pengalaman pribadi, saya melihat lokasi syuting memberikan value tersendiri yang potensial untuk dikembangkan lebih lanjut. Untuk itu saya bersama warga desa Gamplong menginisiasi ini sekaligus sebagai penggerak perekonomian warga di sekitar,” ujar Hanung.
Sampai dengan saat ini, total terdapat 15 film dan iklan yang dibuat di lokasi tersebut. Sebagai lokasi wisata, Gamplong juga menarik banyak perhatian wisatawan. “Komunitas film di Yogyakarta dan sekitarnya relatif lebih berkembang dibandingkan dengan kota-kota lain di Indonesia. Ekosistem perfilman di sini juga sudah cukup matang. Dengan ditunjang aspek pariwisata yang juga sudah sangat berkembang, diharapkan Yogyakarta dapat menjadi pilot project yang baik bagi pengembangan lokasi syuting sebagai destinasi wisata dan ekraf lainnya,” kata Hanung.
Syaifullah pun penambahkan, “Saya harap sinergi antara filmmaker dan pengelola desa wisata dapat menjadi pengungkit bagi optimalisasi lokasi syuting, terutama karena Yogyakarta sebagai kota yang memiliki kekayaan budaya, keindahan alam, kriya, serta kuliner merupakan salah satu lokasi favorit tempat pembuatan film (movie set) yang bisa menjadi magnet tersendiri untuk dikunjungi wisatawan,”.