Media menjadi salah satu bagian penting dalam ekonomi dan industri kreatif. Dalam era millennials ini, banyak bertumbuhan media alternatif yang mengunakan platform digital, khususnya online atau daring.
Tentu saja, karena ber-platform digital, kebanyakan media arus baru ini lebih membahas dan beraroma teknologi. Dengan basis bisnis usaha rintisan, media baru ini pun berusaha eksis dan konsisten di tengah media massa arus utama.
Nah, salah satu media berbasis usaha rintisan (startup) yang cukup menarik untuk dikulik adalah Terakota.id. Sebuah media berbasis daring asal Kota Malang yang berusia baru dua tahun. Meskipun terbilang muda, namun dengan segala keunikannya, Terakota jadi pembeda dibandingan media alternatif di era milenial yang kini banyak bermunculan.
Berbasis tradisi
Terakota tidak seperti media baru, yang lebih banyak mengandalkan jumlah klik, viewers, subscribers dan viralitas untuk bisa menunjukkan eksistensinya. Media yang berbasis di kawasan Merjosari Kota Malang ini memilih sesuatu yang bisa dibilang sama sekali tidak ‘seksi’ sebagai niche atau tema nya.
Ya, Terakota lebih memilih tradisi dan kebudayaan sebagai basis utamanya. Abdul Malik Salah satu founder Terakota menjelaskan, bahwa media ini didirikan karena keresahan ia dan rekan – rekannya, atas literasi tradisi dan kebudayaan Tanah Air yang tampak semakin lekang digerus zaman.
Pria yang juga menjabat sebagai sekretaris Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang ini berpendapat, harus ada yang bergerak untuk bisa menyelamatkan generasi muda dari ketidak tahuan tentang bagaimana kaya nya tradisi dan budaya Indonesia.
“Kami memang sangat prihatin dengan literasi yang semakin berkurang. Apalagi buku sudah tidak menjadi opsi utama bagi generasi muda bisa menyerap informasi. Karena demi bisa merawat tradisi di Tanah Air inilah, kami akhirnya menginisiasi berdirinya Terakota. Dengan harapan bisa terus memberikan inspirasi dan pembelajaran kepada generasi muda, melalui media daring,” ungkap Abdul Malik.
Liputan Berdasarkan Penelitian
Satu hal yang menarik, bahkan membedakan Terakota.id dari portal berita, lain adalah basis mereka dalam membuat sebuah artikel ataupun laporan. Jika banyak situs berita lain kini mengandalkan viralitas dan juga kecepatan mereka dalam melakukan unggahan sebuah karya jurnalistik, maka tidak begitu dengan Terakota.id.
Situs yang berusia masih dua tahun ini ternyata punya struktur unik, dalam menelurkan sebuah karya jurnalistik berkualitas. Dimana Terakota.id memebuat sebuah karya beradasarkan sebuah analisa dan penelitian. Untuk membuat sebuah karya jurnalistik, Terakota tidak hanya bertumpu kepada redaksi, melainkan juga pada tim penelitian dan pengembangan (litbang).
“Tim litbang ini kerjanya memang bersinergi dengan redaksi. Dimana, bisa redaksi saat mau membuat sebuah tulisan dan memerlukan bahan refrensi, maka mereka akan menghubungi litbang untuk bisa mendapatkannnya. Atau juga terbalik, tim litbang mengumpulkan data, untuk selanjutnya diusulkan, dan diolah menjadi sebuah artikel oleh tim redaksi,” kata Abdul Malik, yang juga masuk sebagai tim litbang di Terakota.
Sementara Pemimpin Redaksi (Pimred) Terakota.id Eko Widianto mengakui, bahwa Terakota memang lebih mengedepankan kualitas dibandingan dengan kuantitas. Sehingga untuk sebuah laporan mendalam (news indepht) pihaknya bisa menghasilkan sebuah karya penuh dalam jangka waktu satu bulanan.
“Bersama tim litbang, memang kami terus berkomunikasi untuk bisa menghasilkan sebuah karya jurnalistik mendalam khas Terakota. Untuk satu karya bahkan bisa jadi kami perlu waktu satu bulan, mulai dari penggalian dan penelitian data, hingga penulisannya jadi sebuah artikel,” papar Eko.
Meskipun bisa dibilang berbasikan tradisi dan kebudayaan, namun menurut Eko, tidak membuat Terakota.id terjebak dalam sekat klasik dan sejarah saja. Karena demi mempermudah menggaet pembaca dari era milenial saat ini, pihaknya juga masih membuat liputan dan artikel tentang budaya kekinian dan pop, seperti musik indie dan seni kontenporer misalnya.
Mulai berpikir bisnis
Meskipun Terakota awalnya dibangun dari konsep kebersamaan dan juga saling membantu, sehingga berbentuk dalam sebuah yayasan, namun para foundernya tidak bisa menghindar dari kebutuhan dan tuntutan bisnis. Sehingga memasuki tahun 2019 ini, Terakota berencana untuk mulai fokus dalam pengembangan bisnisnya. Salah satunya dilakukan dengan membuat legalitas badan hukum berbentuk PT.
Bicara soal bisnis, rupanya Terakota punya gaya bisnis yang berbeda dengan media lain. Kalau di portal berita lain, lebih banyak mengandalkan display ads, dan juga advetorial, maka di Terakota hal ini bukan yang utama.
Terakota lebih memilih membangun lini bisnis lain, seperti produksi audio video, penerbitan, dan hal – hal lain yang masih berkaitan dengan publikasi. Menurut Eko, pilihan ini tidak lain untuk menjaga netralitas ruang redaksi Terakota.id dari pengaruh pemodal, yang tidak jarang mempengaruhi kredibiltas sebuah artikel.
“Kami akan berupaya menjaga netralitas dan juga kualitas ruang redaksi dari kepentingan bisnis dan pemodal. Kalaupun ada semacam advetorial, kami akan benar – benar pilah dan berhati – hati. Jangan sampai mempengaruhi karya jurnalistik kami,” kata Eko.
Jadi Pembeda
Baik menurut Eko ataupun Malik, kehadiran Terakota.id, diharapkan bisa menjadi pembeda dalam serbuan media berbasis daring yang ada di Tanah Air. Meskipun saat ini diakui belum punya basis pembaca setia, namun awak Terakota berkeyakinan, mereka sudah mulai punya pembaca setia dan jumlahnya terus bertumbuh. Diharapkan Terakota bisa menjadi sebuah literasi bagi generasi muda agar tidak terputus dengan generasi sebelumnya, melalui tradisi yang terus dirawat.
Selain itu, Terakota, juga memiliki program pelatihan baik terkait dengan tradisi ataupun jurnalistik yang rutin digelar dan bisa diikuti oleh siapapun. Yang terbaru, adalah pelatih membatik yang diadakan bebarengan dengan hari jadi yang ke-2 Terakota, beberapa waktu yang lalu.