
Indiekraf – Bayangkan sebuah film, tapi tanpa sutradara yang berteriak “Action!” di balik kamera. Tanpa penulis skenario yang begadang menulis naskah. Bahkan tanpa aktor yang berakting secara fisik. Film ini tidak dibuat oleh manusia melainkan oleh kecerdasan buatan (AI).
Kedengarannya seperti adegan dari film fiksi ilmiah, ya? Tapi itu sekarang jadi kenyataan. Tahun 2025 menandai tonggak bersejarah ketika Hong Kong University of Science and Technology (HKUST) menggelar Festival Film AI Pertama di Tiongkok. Acara ini bukan hanya selebrasi teknologi, tapi juga refleksi mendalam tentang perubahan cara kita memandang seni, kreativitas, dan masa depan industri film.
700 Film, 80 Negara: AI Sedang Mewarnai Layar Lebar
Melansir dari hkust.edu.hk Festival Film AI ini mengambil tempat di Shaw Auditorium, HKUST, pada 19 April 2025, hal tersebut sontak mencuri perhatian dunia. Lebih dari 700 film buatan AI dikirim dari 80 negara dan wilayah, mulai dari Jepang, Inggris, AS, hingga negara-negara Afrika dan Asia Tenggara. Semua karya itu sepenuhnya digarap menggunakan teknologi AI, tanpa campur tangan manusia dalam proses kreatif intinya. Prof. Pan Hui, salah satu penyelenggara festival, menyatakan bahwa film-film tersebut bukan hanya eksperimen teknologi, tetapi juga eksperimen imajinasi.
Keberhasilan film-film ini dalam meraih seleksi menunjukkan bahwa meskipun AI memberikan potensi besar, kualitas tetap menjadi faktor penentu, yang kemudian dinilai oleh panel juri internasional dalam memberikan penghargaan kepada karya terbaik.
Penghargaan dan Panel Juri Bertaraf Internasional

Festival ini nggak cuma jadi ajang pertunjukan visual, tapi juga kompetisi bergengsi dengan empat kategori penghargaan yang seru, seperti Best Film Award, Best Narrative Award, Frontier Award untuk karya paling eksperimental, dan Viewer’s Choice Award yang ditentukan oleh suara penonton. Setiap kategori memberikan kesempatan bagi berbagai jenis karya untuk bersaing dan tampil terbaik.
Menariknya, acara ini menghadirkan panel juri yang nggak main-main. Mulai dari Richard Taylor, peraih Oscar dan pendiri Wētā Workshop yang terkenal dengan karyanya di The Lord of the Rings, lalu ada Prof. Ting Cao, pakar media dari Beijing Film Academy, sampai Tim Cheung, Ketua Special Interest Group on Graphics and Interactive Techniques (SIGGRAPH) Asia 2025.
Kehadiran mereka di jajaran juri menunjukkan bahwa meski AI masih terbilang baru, festival ini sudah mendapat dukungan dari tokoh-tokoh besar di industri film dan teknologi. Jadi, ini bukan hanya sekadar festival biasa, melainkan sebuah perayaan serius tentang bagaimana teknologi dan seni bisa saling mendukung!
Angka dan Tren: AI Memasuki Dunia Film dengan Cepat

Festival ini benar-benar menunjukkan bagaimana cepatnya AI masuk ke dunia film. Bayangin aja, lebih dari 700 film di-submit dari seluruh dunia, dan dari jumlah itu, cuma 35 film yang akhirnya diputar secara resmi. Keren, kan?
Teknologi AI yang paling sering dipakai di festival ini antara lain Runway Gen-2, Midjourney, OpenAI Sora, ElevenLabs, dan Pika, yang masing-masing punya cara unik dalam membantu pembuatan film. Yang lebih menarik lagi, menurut FilmFreeway, penggunaan AI dalam pembuatan film naik 300% dibandingkan tahun 2023! Itu bener-bener angka yang fantastis, dan ini menunjukkan betapa cepatnya perkembangan teknologi AI di dunia perfilman.
Meskipun masih dianggap baru di industri kreatif, AI mulai banyak dipakai oleh film maker muda, mahasiswa, bahkan pelajar, yang mulai melirik teknologi ini sebagai alternatif buat bikin film dengan biaya yang lebih terjangkau dan proses yang lebih sederhana. Jadi, kalau dulu bikin film itu bisa jadi mahal banget, sekarang dengan AI, banyak orang jadi punya kesempatan untuk berkarya tanpa harus pusing soal biaya dan proses yang ribet.
Di tengah kemajuan teknologi yang pesat, festival ini juga mengundang kita untuk merenung lebih dalam tentang arti seni itu sendiri di era AI.
Masa Depan Film: Bukan Lagi Soal Kamera dan Kru
Festival ini memberikan sinyal kuat bahwa kita benar-benar sedang memasuki era baru perfilman yang nggak lagi melulu soal kamera canggih, kru produksi besar, atau bujet miliaran rupiah. Sekarang, siapa pun bisa bikin film. Serius! Kamu bisa jadi sutradara, penulis naskah, editor, sekaligus animator! cukup dengan modal laptop, internet, dan sedikit rasa penasaran.
Bayangin, sekarang ada anak muda yang di sela kuliah atau kerja sambilan, bisa bikin film pendek dari kamar kosnya. Nggak perlu nyewa studio atau nunggu investor, tinggal buka Runway atau Sora, ketik prompt yang kuat, edit sedikit, dan voilà! lahirlah sebuah karya visual. Ini bukan cuma soal kemudahan teknis, tapi juga membuka peluang yang luas buat mereka yang selama ini merasa dunia film terlalu “elit” atau “nggak terjangkau”.
Buat generasi muda, yang udah terbiasa jungkir balik antara coding, desain grafis, dan storytelling, AI justru jadi alat yang memperkuat gaya berekspresi mereka.
AI bukan pengganti kreativitas manusia, tapi justru pemicu ide-ide liar yang mungkin sebelumnya cuma numpang lewat di kepala. Ia bisa bantu kita mempercepat proses teknis, mengembangkan visual yang sulit divisualisasikan manual, dan bahkan membantu membuat naskah yang fresh lewat algoritma pembelajaran.
Jadi, kalau dulu kita mikir bahwa jadi film maker itu harus kuliah film, punya relasi, dan tim produksi, sekarang pola pikir itu udah mulai usang. Masa depan film bukan tentang seberapa besar kameramu, tapi seberapa luas imajinasimu dan seberapa cerdas kamu memanfaatkan teknologi. AI membuka jalan buat lebih banyak cerita, lebih banyak perspektif, dan lebih banyak suara baru yang mungkin selama ini tenggelam. Siapa tahu, film pendek kamu yang dibuat dari kamar dan ide iseng, bisa masuk festival internasional tahun depan?