Indiekraf.com – Seri pameran GoetheHaus Foyer yang diinisiasi Goethe-Institut Indonesien memasuki edisi tahun keduanya, kali ini berfokus pada topik “Utopia” dan wacana-wacana yang berkelindan dengan frasa tersebut. Presentasi tunggal seniman asal Madura Suvi Wahyudianto bertajuk “Setelah Pertunjukan Itu…! Pasca Perayaan: Antinomi Kematian” akan dipamerkan di GoetheHaus Jakarta pada 5-23 Juni 2024.
“Belakangan ini ada banyak catatan, pengamatan, dan interpretasi mengenai “utopia”. Istilah dan konsep “utopia” dapat dilekatkan pada beragam isu seperti gerakan mengenai kesetaraan gender hingga perenungan kehidupan. Para seniman diundang terlibat dalam GoetheHaus Foyer untuk memanifestasikan interpretasi mereka terkait topik utopia. Kami menyambut Suvi sebagai seniman pertama yang terpilih dalam program GoetheHaus Foyer 2024,” kata Direktur Goethe-Institut Indonesien Dr. Stefan Dreyer.
“Setelah Pertunjukan Itu…! Pasca Perayaan: Antinomi Kematian” adalah bagian dari rangkaian pengalaman dan ingatan Suvi. Ia menyusuri kembali masa lalu – konflik etnis suku Madura dan Dayak di Sambas, Kalimantan Barat, yang terjadi pada 1999 – dan melakukan pengembaraan pada 2023 melalui perjalanan darat dari Madura, melintasi laut Jawa, menuju Kalimantan Barat.
Dalam proses riset untuk produksi karya ini, Suvi mengisahkan, “Saya bekerja dengan konteks wacana, terutama wacana konflik politik identitas lima tahun lamanya. Tepat di tahun lalu, saya bertemu dengan seorang sahabat keturunan Dayak, sementara saya sebagai seorang Madura. Kami melakukan perjalanan sepanjang Pulau Madura dan mengarungi Laut Jawa menuju Sambas untuk mencoba menjawab ketakutan kami sebagai generasi kedua. Dan di atas laut, kami banyak melihat fragmen-fragmen karena saya memilih satu utopia yang akan kita kabarkan melalui udara, melalui air, dan angin-angin. Pada akhirnya, karya ini adalah satu pernyataan bagi kami.“
Suvi membakukan ingatan dan pengalaman tersebut menjadi pesan dalam botol; sebagai rangkaian fragmen yang dibuang dalam sejarah dan berharap pesan itu akan ditemukan oleh seseorang di masa depan.
Doa, cinta, dan harapan yang tertulis di pesan dalam botol dibagikan kembali oleh Suvi dalam medium pertunjukan-ceramah yang menggunakan tubuh Suvi dan teks, serta berbagai karya seni rupa kontemporer lainnya. Karya-karya ini adalah perwujudan subjek yang kritis; merefleksikan mimpi Utopia dan mendekonstruksi segala representasinya. Seperti apa yang diisyaratkan oleh estetika Adorno, filsuf asal Jerman, bahwa, “Untuk bertahan dalam kenyataan yang paling ekstrim dan suram, karya seni yang tidak ingin menjual dirinya sebagai penghiburan harus menyamakan dirinya dengan kenyataan tersebut. Seni yang secara radikal identik dengan warna hitam.”
Baca juga:
Batu International Orchid Show: Jadi Pameran Anggrek Internasional
Berkenalan Dengan Ebes Budi Fathoni, “Sang Penjaga” Arsitektur Heritage Kota Malang
Expo UMKM Kreatif Digelar di Labuan Bajo
Objek pesan dalam botol yang divisualisasikan dalam kotak panggung selebar sekitar 200 sentimeter dan setinggi 180 sentimeter, serta berlatar lukisan laut yang tampak usang. Saat pembukaan di GoetheHaus Jakarta pada 4 Juni 2024, Suvi berdiri dan membacakan sebuah catatan panjang. Selembar foto hitam putih tergeletak di lantai panggung. Tepat di depan Suvi, cahaya bohlam lima watt yang terpasang di tiang mikrofon menerpa wajahnya. “Bohlam lima watt atau cahaya yang menerpa wajah sebenarnya salah satu bentuk harapan yang ingin terus dikejar, sebuah benderang dari kegelapan,“ tambahnya.
Kotak panggung itu akan dipamerkan di GoetheHaus mulai 5-23 Juni (tutup setiap hari Senin). Selain itu, pameran ini juga menampilkan 20 karya ilustrasi Pasar Sapi Blega, Bangkalan, dan lima karya fotografi Suvi yang menggambarkan fragmen-fragmen perjalanannya.
Dalam “Setelah Pertunjukan Itu…! Pasca Perayaan: Antinomi Kematian”, Suvi atau mungkin kita semua tengah menunggu, menagih janji-janji masa lalu, dan harapan masa depan untuk kehidupan yang lebih baik.
###
Tentang Goethe-Institut
Goethe-Institut merupakan lembaga kebudayaan Republik Federal Jerman yang aktif di seluruh dunia. Kami mempromosikan pengajaran bahasa Jerman di luar negeri dan mendorong pertukaran budaya antarbangsa. Kami juga menyampaikan gambaran menyeluruh mengenai Jerman melalui informasi tentang kehidupan politik, sosial dan budaya di Jerman. Beragam program budaya dan pendidikan kami menyokong dialog antarbudaya dan memfasilitasi partisipasi kultural. Berbagai program tersebut memperkukuh struktur-struktur masyarakat madani dan mendukung mobilitas global.
Tentang Suvi Wahyudianto
Suvi Wahyudianto (Madura, 1992) adalah seniman muda yang lulus Magister Seni Rupa dari Institut Teknologi Bandung. Pada 2018, ia meraih penghargaan UOB Painting of the Year untuk karyanya “Angs’t”, media campuran yang menanggapi pengalaman personal dan ingatan kolektif tentang konflik sosial.
Pada 2021, Suvi menerima Young Artist Award Artjog MMXXI untuk karyanya “Telepresance After 20th”. Praktik artistik Suvi mengeksplorasi bahasa visual dan pendekatan puitis, mengurai isu politik identitas dan ketegangan sosial-budaya. Melalui kajian tekstual, sejarah partisipatoris, dan autoetnografi, ia menciptakan narasi tandingan dan mendorong rekonsiliasi serta kesadaran empatik pascakonflik.
Narahubung pers:
Ryan Rinaldy
Public Relations Manager
Goethe-Institut Jakarta
[email protected]
WA +62 811 1911 1988