Selamat Datang di Indiekraf Media - Kunjungi Juga Studio Kami untuk Berkolaborasi lebih Keren :)

Menuju Indiekraf Studio
FesyenIndustri Kreatif

Pelaku Industri Kreatif Yogyakarta Resah Krisis Sampah di Wilayahnya

Indiekraf.com – Masalah sampah yang akhir – akhir ini menjadi problem serius warga Yogyakarta membuat kalangan industri kreatif setempat menjadi prihatin, lantaran Yogyakarta sebagai salah satu destinasi wisata di Indonesia, selama ini memang menggantungkan perekonomian kepada kunjungan wisata.

Para pelaku industri kreatif mengaku resah dan cemas dengan masalah sampah ini, karena dikhawatirkan akan mempengaruhi citra Yogyakarta sebagai destinasi wisata terkemuka di Tanah Air, dan berimbas dengan menurunnya perekonomian warga setempat.

Seperti dilansir dari Tempo.co, salah satu kekhawatiran ini diungkapkan dari kelompok desainer fesyen lokal Yogyakarta.

“Kami sedih melihat di antara sampah-sampah yang berserakan itu, ternyata ada sampah pakaian yang sebenarnya ketika tidak layak pakai bahannya bisa diolah menjadi produk bermanfaat,” kata desainer asal Yogya yang juga pendiri brand Farah Button, Sutardi.

Pelaku desain yang memang akhir  – akhir ini aktif berkampanye tentang bahaya dan pengurangan limbah fesyen tersebut mengutarakan bahwa sejatinya masalah sampah sudah menjadi masalah nasional yang menjadi momok di berbagai daerah, salah satunya adalah Yogyakarta.

Seharusnya, hal ini bisa membuat semua pemangku kebijakan harus bisa turut waspada. Sehingga fenomena sampah berlebih yang akhirnya tidak terangkut ini, tidak sampai terjadi berulang.

“Persoalan sampah bukan sekadar kebiasaan membuang sampah sembarangan,” kata pria yang memiliki 300 karyawan itu menekankan, “Namun juga kebiasaan penggunaan bahan pabrikan yang punya sifat sulit terurai alam dan kebiasaan memanfaatkan dan mengolah bahan-bahan yang ramah lingkungan.”

Sutardi menuturkan masyarakat termasuk kalangan desainer bisa berperan aktif, bagaimana langkahnya mengurangi limbah. “Untuk desainer misalnya bisa mulai menciptakan karya fesyen yang bahannya bisa di-upcycle atau didaur ulang sembari menaikkan kualitasnya ketika tidak terpakai lagi oleh pemiliknya,” kata Sutardi.

BACA JUGA:

Desainer Harus Peka Olah Limbah Tak Terpakai

Dorongan mengolah limbah tak terpakai agar tak menjadi bagian sampah yang menumpuk, kata Sutardi, bisa tumbuh ketika desainer punya kepekaan. “Bayangkan saja misalnya di antara tumpukan sampah itu, ternyata ada hasil karya atau buatan kita, yang seperti dibuang begitu saja,” kata Sutardi yang juga menginisiasi gerakan ramah lingkungan bertajuk More Green dalam berbagai kesempatan fashion show yang ia ikuti.

Sutardi menceritakan, gerakan More Green yang ia gaungkan mengajak masyarakat bersama sama mengolah limbah fesyen menjadi produk fesyen lain dengan kegunaan yang berbeda. Seperti diolah menjadi karet rambut, bandana, tas, dan sebagainya.

“Jadi dari bekas fesyen tak terpakai itu kita dapat produk-produk fesyen lain yang bisa digunakan atau malah dijual kembali,” ujar Sutardi.

Sutardi menuturkan pihaknya juga siap membeli dan menampung produk-produknya yang sudah rusak atau tak terpakai oleh konsumen dengan harga maksimal 20 persen dari harga beli dalam bentuk buy back atau tukar tambah. Lewat langkah itu, masyarakat, kata Sutardi, menjadi berpikir ulang untuk membuang fesyen bekasnya menjadi sampah yang tak teruai, yang akhirnya menumpuk mencemari lingkungan.

Show More

Related Articles