INDIEKRAF- Komunitas PELANUSA (Pelangi Nusantara) merupakan salah satu komunitas yang bergerak di sektor kriya serta pemberdayaan manusia. Komunitas yang sudah berdiri sejak tahun 2012. Berdirinya komunitas ini berawal dari keaktifan Endahing Noor Suryanti atau yang akrab dipanggil Bu Yanti, dalam kegiatan PKK. Dalam kegiatan ini, Bu Yanti menemui beberapa ibu-ibu desa dan remaja perempuan yang belum memiliki cukup pengetahuan dan keterampilan untuk menyambung hidup. Akhirnya Bu Yanti yang memang memiliki hobi menjahit, diberi kesempatan untuk memberi pelatihan menyulam di desa tersebut. Pada pelatihan tersebut Bu Yanti menyatakan bagi yang ingin belajar lebih lanjut bisa mendatangi rumah beliau. Ternyata ada salah satu peserta pelatihan yang mendatangi rumah Bu Yanti untuk menagih ‘janji’ Bu Yanti. Setelah menyanggupi, akhirnya Bu Yanti memberikan pelatihan ke ibu-ibu di tempat yang ditentukan. Kegiatan pelatihan ini juga tersebar di berbagai tempat. Namun masih belum memiliki nama.
Dari beberapa kegiatan pelatihan ini lah, Bu Yanti menyadari bahwa yang dibina kebanyakan adalah anak perempuan yang menikah muda. Pernikahan yang dilakukan di bawah umur 18 tahun dan sudah memiliki anak jelas tidak memungkinkan untuk mengikuti Pelatihan di BLK (Balai Latihan Kerja). Hal ini lah yang memicu Bu Yanti untuk membuat sebuah wadah bagi mereka (ibu-ibu muda) untuk belajar, tidak perlu meninggalkan desa dan anak. Jadilah sebuah komunitas bernama PELANUSA (pelangi nusantara).
Hingga saat ini, kelompok yang dibina di bawah Komunitas PELANUSA ada sekitar 21 kelompok, yang paling jauh berada di Flores, NTT. Komunitas PELANUSA juga sudah memiliki tim kreatif, koperasi, credit house, kegiatan pelatihan yang terstruktur dan kelompok binaan yang berjalan termonitoring. Pelatihannya sendiri biasa di lakukan di Jalan Wijaya Barat, Singosari, Kabupaten Malang. Produk yang dihasilkan pun beragam mulai dari home decoration hingga accessories (dompet, tas, dsb.). Komunitas ini sendiri saat ini sedang direplikasi oleh MKKM dan teman-teman yang lain dan juga sedang membidik pasar oleh-oleh Kota Malang.
“Bisa konsisten melakukan usaha ini selama hampir 6 tahun karena ini merupakan passion saya. Karena kalau bekerja berdasarkan passion sama saja seperti melakukan hobi dan dibayar.” Ucap Bu Yanti. Walau demikian, ada kendala-kendala yang dialami Bu Yanti. Misalnya seperti binaan di Trenggalek yang merupakan sekelompok mantan Tenaga Kerja Wanita (TKW). Kelompok ini mengalami kesulitan saat mengikuti pelatihan sehingg harus sering diadakan brainstorming dan pemetaan. Jarak yang lumayan jauh juga menyebabkan tidak bisa intens mendampingi. “Wirausaha itu tidak kenal umur. Yang penting harus tetap semangat” pesan Bu Yanti.
Sumber gambar : https://www.instagram.com/p/BnLmzqVjtSC/utm_source=ig_web_button_share_sheet