
Indiekraf.com – Mulai dari hantu, aliran sekte, sampai urban legend yang ikonik, Indonesia punya banyak bahan buat dijadikan film horor. Selama ini, film horor masih jadi salah satu genre favorit penonton Indonesia. Cerita yang bikin merinding dan was-was ini pun seringkali masih ada di tiap penayangan bioskop. Beberapa film horor Indonesia pun juga telah berhasil meraup jutaan penonton. Jarang tampak sepi, apa emang penonton Indonesia suka ditakut-takutin dengan film horor, ya? Simak lebih lanjut, yuk!
Horor Indonesia Nggak Kehabisan Penonton
Setiap tahun, bioskop Indonesia nggak absen menghadirkan film-film horor dengan berbagai kisah. Mulai dari horor hantu sampai cerita rakyat atau malah dari thread viral, produser film horor Indonesia kayaknya nggak kehabisan bahan buat bikin film horor. Menariknya, nggak sedikit film horor Indonesia yang mendulang banyak sekali penonton. Bahkan beberapa film horor indonesia sampai masuk daftar film terlaris sepanjang masa.
Sebut saja, ada KKN Desa Penari (2022) yang tercatat mencapai 10 juta penonton! Ditambah ada yang populer lainnya seperti Pengabdi Setan, Danur, Makmum, Si Manis Jembatan Ancol, sampai Kuntilanak dan Sundel Bolong pun tidak meraup sedikit penonton. Semuanya laris manis ditonton warga Indonesia yang bikin kita bertanya-tanya: emang penonton Indonesia suka banget ditakut-takutin, ya?
Ngeri dari Dulu, Sejarah dan Perkembangan Film Horor di Indonesia
1940-an
Perjalanan film horor Indonesia nggak dimulai langsung dari kepopulerannya, tetapi juga mengalami pasang surut. Melansir dari Telusur Kultur, film horor pertama di Indonesia yaitu Doea Siloeman Oeler Poeti en Item yang rilis pada tahun 1934. Film yang disutradarai Then Teng Chun dan diproduksi oleh Cino Motion Pictures ini menceritakan tentang dua siluman yang ingin menjadi manusia.
Selain itu, pada tahun 1940-1941, Java Industrial Film (perusahaan Then Teng Cun) berhasil memproduksi 15 film yang salah satunya juga film horor berjudul Tengkorak Hidoep (1941) karya Tjoe Hock.
1970-1990-an
Dalam perkembangannya, film horor Indonesia sempat mengalami kemunduran peminat. Sampai pada tahun 1971 kembali meroket dengan Beranak dalam Kubur yang mampu menghasilkan Rp72 juta selama penayangannya. Setelah itu dari tahun 1972-1991 muncul banyak sekali judul film horor yang diantaranya dibintangi oleh Suzanna, ratu film horor Indonesia.

Dilaporkan dalam jurnal yang dimuat oleh garuda.kemendikbud, tahun 80-an merupakan masa kejayaan film horor di Indonesia. Masa jaya ini tidak hanya karena tingginya jumlah penonton, tetapi juga banyaknya film horor berkualitas yang mendapatkan banyak penghargaan. Contohnya Ratu Pantai Selatan (1980) yang mendapatkan piala LPKJ pada Festival Film Indonesia (FFI) 1981 untuk efek khususnya dan Ratu Ilmu Hitam (1981) yang masuk pada banyak kategori di FFI.
2000-an
Pada tahun-tahun awal kemunculannya, film horor Indonesia didominasi oleh cerita-cerita hantu. Sampai di tahun 2000-an muncul era baru di industri film horor Indonesia. Nah, uniknya di tahun 2000-an ini, film horor Indonesia banyak menampilkan sisi yang berbeda dari sebelumnya.
Melansir dari berbagai sumber, genre film horor Indonesia di masa orde baru tidak bisa dilepaskan dari tiga hal, yaitu komedi, seks, dan religi. Sehingga film horor yang populer pada masa itu adalah film-film yang cenderung tampak seperti film dewasa semi-pornografi. Bahkan sampai muncul stigma kalau film horor Indonesia hanyalah film porno yang terselubung. Ditambah pada masa ini beberapa film menghadirkan artis pornografi luar negeri untuk berperan di dalamnya.
Beberapa contoh film horor Indonesia yang populer di tahun 2000-an adalah Suster Keramas (2009), Hantu Tanah Kusir (2010), Rintihan Kuntilanak Perawan (2010), Tali Pocong Perawan (2008), Hantu Jamu Gendong (2009), dan Arwah Goyang Karawang (2011).

Meskipun begitu, pada tahun 80-an pun film horor Indonesia juga masih tidak lepas dari unsur seksualitas. Walaupun ada yang mendapatkan penghargaan, film yang dibintangi Suzanna ada juga yang menunjukkan sisi tersebut seperti pada pakaian yang dikenakan dan gerak-gerik yang ditunjukkan. Uniknya, jenis film seperti ini lah yang sempat digemari oleh penonton Indonesia.
Padahal, pada masa orde baru hingga awal tahun 1990-an terdapat Seminar Kode Etik Produksi Film Indonesia yang hasilnya mengarahkan untuk memelihara kesusilaan martabat manusia, yaitu dengan tidak diperbolehkannya menyajikan adegan yang merangsang nafsu birahi, dan juga adegan telanjang bulat atau samar-samar. Nah, seiring dengan perkembangan zaman, dibentuklah Lembaga Sensor Film (LSF) yang diatur melalui Undang-Undang Perfilman No. 8 Tahun 1992.
Lembaga tersebut bertugas untuk meneliti dan menilai film-film yang ditayangkan di Indonesia agar sesuai dengan koridornya melalui penyensoran dalam kategori tertentu.
Horor masa kini
Makin ke sini perkembangan film horor Indonesia tidak sekadar menyoal horor hantu atau unsur seksualitas saja, tetapi telah berkembang dengan banyak jenis lainnya. Seperti Pengabdi Setan karya Joko Anwar yang diangkat dari judul film yang sama di tahun 1982, sampai KKN Desa Penari yang diangkat dari thread viral. Ada juga film horor Indonesia yang diangkat dari urban legend populer, seperti Si Manis Jembatan Ancol, Sewu Dino, Keramat, dan juga film-film bernuansa religi seperti Qodrat, Makmum, dan Kuasa Gelap.

Apa Kita Emang Demen Ditakut-takutin? Film Horor Indonesia Sering Laris Manis
Kalau dilihat dari data penonton, film horor Indonesia emang jarang sepi peminat. KKN Desa Penari di tahun 2022 lalu jadi salah satu film terlaris sepanjang masa di Indonesia malahan. Jumlah penonton yang tercatat telah menyaksikan film tersebut mencapai lebih dari 10 juta! Sedangkan Pengabdi Setan 2: Communion pun tembus 6,3 juta penonton. Film-film ini bukan cuma sekadar angka saja, tetapi menunjukkan kalau horor emang punya tempat sendiri di hati penonton Indonesia.
Tapi, kenapa bisa begitu, ya? Apa yang bikin genre horor ditunggu-tunggu?
Merangkum dari Unpas, Dosen fotografi dan film Unpas, Regina Octavia Ronald, S.Sn., M.Si., menjelaskan beberapa poin kenapa orang Indonesia suka menonton film horor. Beberapa alasannya adalah dari aspek budaya, psikologis, sosial, ekonomi, dan spiritual.
- Film bergenre horor di Indonesia seringkali menawarkan cerita rakyat, mitos, dan legenda yang berkaitan dengan dunia ghaib. Kisah seperti kuntilanak, pocong, dan urban legend lainnya sudah biasa dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Sehingga dapat diambil simpul kalau penonton Indonesia lebih akrab dan terhubung dengan cerita yang disajikan sesuai dengan budaya yang mengakar di sini.
- Film horor juga seringkali menawarkan sensasi yang memicu adrenalin. Sensasi seperti ini bisa membuat penonton merasa ikut terlibat di dalam alur cerita, sehingga memberikan pengalaman mendebarkan yang nagih. Selain itu film horor juga dapat menjadi media katarsis dimana penonton dapat melepaskan emosi dengan teriak karena kaget atau ketakutan saat menonton adegan dalam film horor.
- Film horor bisa menjadi kegiatan sosial yang menyatukan banyak orang. Biasanya tidak semua orang mau menonton film horor sendirian, ia akan pergi bersama orang lain, yang kemudian menciptakan ikatan yang kuat di antara mereka. Selain itu, percakapan dan diskusi yang terjadi setelah menonton film horor menjadi media sosialisasi yang mendorong keterikatan antar sesama.
- Nggak semua film horor dibuat dengan budget yang fantastis. Produksinya kadang hanya membutuhkan anggaran lebih rendah dibanding genre lain seperti animasi atau action. Nah, anggaran yang rendah dengan potensi keuntungan yang besar (karena diminati penonton) menjadikan film horor pun banyak diproduksi.
- Secara umum, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang memegang kuat keyakinan tentang keberadaan dunia ghaib dan aspek spiritual lainnya. Film horor Indonesia juga seringkali mengangkat konflik spiritual manusia dengan entitas supernatural, dan juga tak jarang mengangkat aspek religi, menjadikan film horor tak hanya sebagai hiburan saja, tetapi juga sebagai media pengingat akan keimanan.
VOA pun menuliskan bahwa menurut Manoj Punjabi, CEO dan pendiri MD Pictures, salah satu rumah produksi film populer di Indonesia, horor itu termasuk film yang relatable bagi masyarakat Indonesia. Mereka cenderung percaya dengan kejadian-kejadian horor, entah karena pernah melihat atau mengalami sendiri. Sehingga film horor pun mudah dicerna dan menjadikannya populer.
Ini serupa dengan yang disampaikan Nadia Bulkin, seorang penulis cerita horor, yang menurutnya masyarakat Indonesia cenderung memiliki kepercayaan animisme (percaya adanya makhluk halus dan roh) dan mistisisme (percaya pada hal ghaib) yang mengakar. Sehingga menjadi masuk akal jika film horor yang menyajikan hal-hal spiritual yang tidak selalu masuk di akal pun malah mudah diterima oleh masyarakat Indonesia.
Bukan Sekadar Takut-takutan, tapi Cerminan Budaya dan Pengalaman Kolektif
Secara garis besar, kecintaan penonton Indonesia terhadap film horor nggak cuma sekadar adrenalin atau efek kaget aja. Lebih dari itu film horor pun sudah jadi bagian dari budaya populer yang mencerminkan nilai, kepercayaan, dan kebiasaan masyarakat. Ditambah suguhan pengalaman yang dekat dan relatable, penonton Indonesia pun demen aja nonton film horor lokal.
Nah, jadi bisa dibilang kita emang suka aja ditakut-takutin dengan cerita yang emang sudah mengakar di kehidupan kita sendiri. Dengan nonton film horor, kita nggak cuma takut sama adegan yang disajikan, tapi juga karena ceritanya yang familiar di kehidupan sehari-hari. Apalagi setelah nonton kita bisa ngobrol dengan teman atau keluarga, jadi bisa ngerasa kalo pengalaman horor itu nggak cuma kita sendiri yang mengalami.
Kalau kamu, lebih suka film horor atau film genre lain nih? Atau malah emang penggemar berat dan lagi nungguin film-film horor lain bermunculan di Indonesia?