Indiekraf.com – Aplikasi dan gim sebagai bagian dari subsektor di bidang ekonomi kreatif memiliki peranan besar dalam membangkitkan perekonomian dan kedaulatan digital sehingga perlu didorong dan diperkuat jejaring antarpelaku kreatif di berbagai daerah tanah air.
Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf/Baparekraf, Hari Santosa Sungkari, dalam kegiatan “Digital Conference & Exhibition, Indonesia Digital 2020” yang digelar secara daring, Kamis (5/11/2020), mengatakan, aplikasi dan gim sebagai bagian dari subsektor ekonomi kreatif harus mampu diadaptasi dan dimanfaatkan dengan maksimal dalam berbagai kesempatan yang ada.
“Kemenparekraf/Baparekraf mendorong agar terus terjadi kolaborasi dari seluruh pemangku kepentingan. Pemerintah tidak bisa melakukan sendiri, harus bersama-sama dengan seluruh pihak sehingga tercipta produk yang bisa menjadi tuan rumah di negara sendiri dan kancah internasional. Tujuannya adalah kita memiliki kedaulatan digital yang kuat,” kata Hari Sungkari.
Baca juga Kultural.id x Kemenparekraf: Melestarikan Cerita Rakyat Melalui Pameran Virtual
“Digital Conference & Exhibition, Indonesia Digital 2020” merupakan kegiatan dalam upaya memperkuat jejaring pelaku ekonomi kreatif khususnya sektor aplikasi dan gim di empat kota yakni Balikpapan, Depok, Malang, dan Yogyakarta. Turut hadir dalam kegiatan ini Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kemenparekraf/Baparekraf Muhammad Neil El Himam, Ketua IDPro (Indonesia Data Center Providers) Hendra Suryakusuma, CEO Alterra Ananto Wibisono, CEO Wisageni Rudi Sumarso dan Praktisi, Akademisi dan Pemerhati industri Aplikasi dan Gim, Rudi Sumarso.
Hari menjelaskan, Indonesia memiliki kekuatan yang besar untuk dapat mencapai kedaulatan digital melalui aplikasi dan gim. Digital ekonomi Indonesia dari 2015 hingga 2018 mengalami peningkatan pertumbuhan 49 persen dari 18 miliar dolar AS menjadi 27 miliar dolar AS. Angka ini menjadikan Indonesia sebagai the fastest-growing digital economy di ASEAN. Hal itu juga dapat terlihat dari keberadaan 5 unicorn di Indonesia seperti Tokopedia, Traveloka, Bukalapak, Ovo, dan Gopay, serta 1 decacorn Gojek.
Sementara untuk sektor gim, market size gim di Indonesia pada 2020 mencapai 1.004 juta dolar AS dan 672 juta dolar AS diantaranya datang dari mobile gim yang pertumbuhannya 70,1 persen year on year (YoY).
Baca juga Kemenparekraf Ajak UMKM Untuk Segera “Go Online”, Seberapa Efektif?
“Jadi itulah yang membuat subsektor ini sangat seksi untuk kita bina. Saya bermimpi dari penguatan jejaring ini nantinya ada produk gim dan apps yang bisa menjadi tuan rumah di negara kita sendiri. Mungkin saja produk itu adalah buatan dari beberapa studio yang merupakan gabungan dari Depok dan Balikpapan, atau Balikpapan dan Malang, dan sebagainya. Menjadi hak milik bersama sehingga bisa jadi tuan rumah di negara sendiri dan bisa menembus pasar internasional dengan syarat bahwa produk yang kita bawa itu harus punya uniqueness,” kata dia.
Uniqueness itu bisa didorong dari keragaman budaya yang dimiliki Indonesia. “Angkatlah kearifan lokal lalu bungkus dengan kekinian yang bisa kita buat, sehingga kita tidak membuat another mobile Legend dan another PUBG, tapi satu gim dari Indonesia,” kata Hari.
Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kemenparekraf/Baparekraf, Muhammad Neil El Himam, mengatakan, dalam pengembangan ekosistem digital banyak terdapat faktor yang harus diperkuat. Salah satunya adalah talenta digital itu sendiri.
Karenanya ia mengapresiasi pemerintah daerah yang memiliki kesadaran dalam pengembangan talenta digital. Seperti kota Malang yang memperkuat diri menjadi kota kreatif di bidang aplikasi dan gim karena menyadari potensi adanya sekitar 5.000 lulusan perguruan tinggi teknologi informasi di Malang dan sekitarnya.
“Kemudian yang perlu disadari terkait dengan kekayaan yang kita miliki selain kekayaan alam yaitu kekayaan budaya. Bahasa atau budaya bisa menjadi kekayaan yang bisa diambil menjadi nilai tambah buat ekonomi kreatif itu sendiri,” kata dia.
Dalam pengembangan ekosistem digital kedepan juga perlu diperkuat dengan kesiapan infrastruktur dan teknologi yang didukung dengan kebijakan dan regulasi. Diharapkan nantinya, baik aplikasi ataupun gim data-datanya minimal disimpan di data centre yang ada di Indonesia.
“Tentunya pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Kita tentu butuh masukan dari para stakeholder pelaku di bidang aplikasi dan gim untuk menurunkan peraturan-peraturan kebijakan-kebijakan yang tentunya memberikan level playing field bagi pelaku ekonomi kreatif,” kata Neil.
Kemenparekraf/Baparekraf sebagai salah satu katalisator perkembangan ekonomi negeri memiliki berbagai program dalam mengembangkan ekosistem digital. Diantaranya program Developer Day yang telah dijalankan sejak era Bekraf (Badan Ekonomi Kreatif) juga program-program yang memberikan stimulus seperti program Bantuan Pemerintah (Banper) untuk subsektor ekonomi kreatif yang berfokus pada fasilitasi revitalisasi infrastruktur fisik ruang kreatif dan sarana ruang kreatif serta fasilitasi teknologi informasi.
Selain itu juga ada program Bantuan Insentif Pemerintah (BIP) yang diselenggarakan setiap tahun sejak 2017, bertujuan memberikan tambahan modal kerja dan/atau investasi aktiva tetap kepada pelaku usaha yang berkecimpung dalam 6 (enam) subsektor ekonomi kreatif (aplikasi digital dan pengembangan permainan, fesyen, kriya, kuliner, dan film) dan sektor pariwisata.
“Dana BIP ini diharapkan dapat menjadi stimulus nyata bagi pelaku ekonomi kreatif dan pariwisata,” kata Neil.
Sementara Ketua IDPro (Indonesia Data Center Providers) Hendra Suryakusuma mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk meningkatkan infrastruktur data center di Indonesia sehingga dapat menunjang aplikasi dan gim sebagai bagian dari subsektor di bidang ekonomi kreatif dalam membangkitkan perekonomian sekaligus menuju kedaulatan digital.
Dari sisi data center market, pada 2020 tercatat 53 megawatt di antaranya dikelola oleh para anggota IDPro dan di tahun depan ditargetkan berkembang menjadi 120 megawatt.
“Meski jika dibandingkan dengan Singapura yang jumlah penduduknya hanya 5,6 juta memiliki kapasitas data center mencapai 500 megawatt. Sehingga ini jadi peluang kita untuk terus menumbuhkan data center di Indonesia,” kata Hendra.
Agustini Rahayu
Kepala Biro Komunikasi
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif