
Indiekraf.com – Kalau sedang mampir ke supermarket dan menemui jejeran sirup dan/atau aneka snack serta kurma di etalase depan, kemungkinan besar bulan ramadhan sudah dekat. Memasuki bulan ramadhan, biasanya beberapa wilayah akan bertransformasi menjadi pasar takjil yang bisa jadi ladang bisnis kuliner menggiurkan. Fenomena yang menarik ini kemudian memunculkan tanya, kok bisa bisnis kuliner meledak saat ramadhan? Simak artikel ini dulu, yuk!
Ramadhan, Makan-makan, dan Bisnis Makanan
Bulan ramadhan identik dengan kegiatan berpuasa bagi umat muslim dan menjadi bulan yang penuh keberkahan. Di bulan yang spesial ini biasanya umat muslim akan berlomba-lomba menabung pahala serta menyajikan menu-menu spesial untuk berbuka puasa dan sahur. Bahkan fenomena bukber atau buka bersama pun menjadi familiar didengar ketika memasuki bulan ramadhan.
Walaupun salah satu esensi bulan ramadhan adalah menahan nafsu (salah satunya nafsu makan) dengan berpuasa, menariknya malah bisnis kuliner jadi salah satu peluang besar untuk dilakoni. Compas pun melaporkan bahwa penjualan produk makanan dan minuman meningkat hingga 75% pada bulan ramadhan 2024 lalu. Kuliner manis menjadi produk yang lebih banyak dibeli masyarakat dibanding produk kuliner lainnya. Kabarnya, hal ini berhubungan dengan tradisi masyarakat Indonesia yang suka berbuka puasa dengan yang manis-manis.

Nah, melihat potensinya yang besar seperti ini, maka tak heran jika pebisnis pun mau mengambil peluang dengan menjalani bisnis kuliner di bulan ramadhan. Ditambah ukmindonesia melaporkan bahwa rata-rata nilai belanja konsumen meningkat paling sedikit 13% selama ramadhan dibanding bulan-bulan lainnya.
Bisa kita perhatikan sendiri bahwa pasar takjil seringkali ramai sampai berjubel saat jam-jam menuju buka puasa. Bahkan konten-konten media sosial yang lucu pun turut membahas bagaimana banyak lapisan masyarakat yang mau war takjil di bulan ini. Potensi yang besar tersebut dapat kita ambil jadi simpul sederhana bahwa bisnis kuliner bisa jadi salah satu cara jitu menghasilkan pundi-pundi di bulan ramadhan.
Kenapa Bisa Bisnis Kuliner Meledak di Bulan Ramadhan?
Melihat fenomena yang menarik tersebut pun menimbulkan tanya, kenapa bisa bisnis kuliner meledak di bulan ramadhan, ya? Berikut beberapa alasannya.
Ada Perubahan Pola Perilaku Masyarakat di Bulan Ramadhan
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pasar takjil kerap menjadi sangat ramai sampai tumpah ruah memenuhi jalan di jam menuju buka puasa. Rutinitas harian masyarakat pun mengalami perubahan perilaku makan, yang biasanya bisa sarapan dan makan siang berubah menjadi hanya bisa makan di waktu berbuka dan sahur. Adanya “keterbatasan” ini menimbulkan perilaku konsumsi yang berbeda dan bahkan cenderung meningkat di bulan ramadhan.
Mengutip dari theconversation, hal tersebut menurut ilmu ekonomi dapat dijelaskan melalui konsep ritual economy (ekonomi ritual). Konsep tersebut menjelaskan bagaimana praktik keagamaan dan budaya dapat memengaruhi aktivitas ekonomi dalam suatu masyarakat. Terjadi perubahan perilaku masyarakat yang signifikan di bulan ini; masyarakat secara kolektif meningkatkan pengeluaran untuk makanan, pakaian, dan kegiatan sosial lainnya.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023 lalu, pengeluaran rumah tangga pun meningkat 20-30% selama ramadhan, harga bahan pokok naik hingga 10-15%, dan limbah makanan bertambah 40% dibanding bulan biasa. Perubahan-perubahan ini menjadi masuk akal karena makanan termasuk salah satu hal utama yang menjadi kebutuhan pokok manusia, sehingga permintaan makanan pun meningkat di bulan ini.
Ada Tradisi Bukber yang Jadi Faktor Pendorong Konsumsi
Fenomena bukber jadi hal yang biasa terjadi saat bulan ramadhan. Acara ini selain menjadi ajang silaturahmi bersama rekan atau kerabat, juga menjadi acara makan bersama. Banyak cafe dan restoran yang menawarkan promo atau diskon besar-besaran di bulan ini untuk menarik pelanggan yang mencari makan atau tempat bukber.

ukmindonesia melaporkan bahwa terdapat beberapa strategi pemasaran bisnis kuliner yang bisa dilakukan untuk menarik konsumen, beberapa di antaranya adalah menggunakan nilai yang bersinggungan dengan aspek keagamaan dan ibadah. Contohnya adalah menawarkan jasa delivery untuk sahur, memberikan paket bundling makanan serta dessert yang bisa dimakan untuk takjil, sampai membuat konten pemasaran tentang khasiat suatu makanan yang biasa dikonsumsi di bulan ramadhan.
Nah, strategi-strategi yang digunakan tersebut pun jadi faktor pendorong kenapa masyarakat cenderung menghabiskan banyak uang untuk konsumsi makanan. Liputan6 juga melaporkan adanya pengaruh Tunjangan Hari Raya (THR) yang membuat pola konsumsi masyarakat meningkat di bulan ramadhan. Ketika orang punya uang lebih, ia bisa cenderung belanja lebih banyak karena selain adanya faktor kenaikan harga pangan juga adanya aspek ibadah seperti sedekah (memberikan takjil gratis pada pengendara) atau pun membuat anggaran lebih karena mengadakan acara bukber di rumah.
Efek Psikologis “Balas Dendam” Saat Makan Sahur atau Buka Puasa
Fenomena ini termasuk unik jika diperhatikan. Esensi puasa yang termasuk menahan lapar sejak subuh sampai magrib, bisa membuat orang membayangkan banyak makanan yang akan dimakan ketika buka puasa nanti.
Maka menjadi tidak mengherankan ketika ada orang yang “lapar mata” saat belanja takjil. Beli banyak takjil dan makanan, lalu waktu berbuka sengaja banyak makan sebagai reward telah berhasil menahan lapar seharian. Atau malah makan banyak-banyak saat sahur karena “khawatir” akan kelaparan seharian, sehingga “menimbun” energi melalui makanan di waktu sahur.

Padahal, menurut artikel Tempo dan Eka Hospital, kegiatan “balas dendam” dengan banyak makan tersebut tidaklah baik. Alasannya karena dapat meningkatkan risiko rasa begah di perut, mual, bahkan sampai sakit maag ketika kita kalap makan terlalu banyak.
Strategi Bisnis yang Adaptif dan Kreatif
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pebisnis dapat menggunakan strategi-strategi marketing tertentu untuk menggaet konsumen di bulan ini. Strategi-strategi tersebut termasuk adaptif dan kreatif karena menyesuaikan dengan kebutuhan dan permintaan pasar. Beberapa contoh strategi lainnya antara lain: menggandeng influencer untuk mempromosikan makanan, memakai sistem pre-order untuk memudahkan konsumen membeli makan, sampai buat hampers kreatif sebagai hadiah untuk kerabat atau rekan.
Melihat berbagai faktor tersebut tidak mengherankan lagi jika bisnis kuliner mengalami lonjakan saat bulan ramadhan. Mulai dari perubahan pola konsumsi masyarakat, tradisi bukber yang jadi momen spesial, sampai strategi bisnis yang adaptif dan kreatif, semua hal ini turut berkontribusi dalam mendorong tingginya permintaan kuliner di bulan ini. Bahkan efek psikologis seperti “balas dendam” pun ikut memperbesar potensi bisnis kuliner, menjadikannya peluang yang sayang dilewatkan.
Buat kamu yang tertarik mulai berbisnis, bisnis kuliner di bulan ramadhan bisa jadi waktu yang tepat untuk mencoba. Dengan memahami pola konsumsi masyarakat, menyediakan kebutuhan dan permintaan pasar, sampai menerapkan strategi pemasaran yang tepat dapat menjadi langkahmu untuk meraih keuntungan besar.