
Indiekraf.com – Musik religi kini nggak cuma terbatas di komunitas agama atau tempat peribadatan saja. Banyak panggung sudah ikut menampilkan musisi religi lokal, ditambah beberapa musisi populer pun turut merilis lagu-lagu religi pada momen ramadhan. Dakwah masa kini pun tak hanya dalam bentuk ceramah formal saja, melainkan juga merangkul masyarakat luas melalui musik. Selain itu dakwah model seperti ini ternyata bisa banget mendukung ekonomi kreatif (ekraf) lokal, lho. Yuk, simak lebih lanjut!
Musik Religi: Definisi, Sejarah, dan Perkembangan
Secara garis besar, musik religi dapat didefinisikan sebagai salah satu bentuk seni musik yang berkaitan dengan ajaran keagamaan. Biasanya ajaran agama tersebut tertuang dalam lirik-lirik yang bersifat teologis atau reflektif terhadap nilai spiritual, ajaran moral, atau pengalaman iman seseorang terkait dengan Tuhan atau sesama.
Instrumen yang digunakan biasanya berupa alat musik tradisional seperti rebana, hadroh, kecapi, tifa, atau suling bambu. Namun, dalam perkembangannya pun mulai mengadopsi alat musik modern seperti gitar atau drum. Selain itu juga telah melebur dengan genre-genre populer seperti jazz, pop, melayu, atau rock.

Berdasarkan historisnya yang dinarasikan dalam penelitian di TAMADDUN, perkembangan musik religi, khususnya musik islami, pada umumnya berangkat dari zaman Nabi Muhammad SAW yang pada masa itu memakai musik sebagai penyemangat saat perang, menyambut tamu, atau saat acara pernikahan. Seiring penyebaran Islam, musik religi pun ikut bercampur dengan budaya musik Arab, Persia, India, Afrika, hingga Yunani.
Nah, dari hasil akulturasi ini pun ikut memengaruhi bagaimana musik religi berkembang di Indonesia. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki beragam budaya yang memengaruhi variasi musik religi di wilayah-wilayahnya.
Contohnya, musik religi di Jawa cenderung dipengaruhi oleh kesenian dari Wali Songo yang menggunakan musik sebagai media dakwah penyebaran agama Islam. Lirik-lirik yang disyairkan mereka berupa lirik yang bernada tauhid dan tasawuf. Sedangkan di Sumatera, khususnya Minangkabau, lebih banyak diserap dari budaya Timur Tengah. Sehingga musik yang disajikan biasanya dalam bentuk Gambus dan Gamad (kolaborasi antara musik tradisional dengan instrumen Belanda, seperti akordion, biola, dan gitar).
Sedangkan di era modern seperti saat ini, musik religi tak lagi hanya sebatas media dakwah saja. Melihat Islam telah menjadi mayoritas agama yang dipeluk masyarakatnya, maka jenis musik ini pun ikut berkembang menjadi industri musik populer. Bisa dilihat dari bagaimana musisi lokal yang kini menyanyikan lagu religi tak terbatas dari lirik-lirik teologis saja, tetapi juga lirik-lirik yang reflektif maupun emosional.
Alinea pun melaporkan bahwa fenomena adanya perilisan musik religi berkembang sejak 1970-an. Dulunya musik religi masih bercampur dengan nuansa qasidah sampai di tahun 2000-an juga berkembang menjadi lebih populer dengan genre lain seperti pop atau rock yang biasanya juga dipakai sebagai soundtrack sinetron atau film.
Ditambah adanya momen-momen tertentu, seperti ramadhan atau perayaan Idulfitri, dapat dijadikan peluang terbuka bagi para musisi untuk memasarkan musik religinya. Sehingga menjadi masuk akal jika esensi bermusik yang awalnya sebagai dakwah pun menurun dan kemudian berpindah haluan menjadi sebagai pemenuhan kebutuhan pasar atau komersial.
Musisi Religi Lokal Indonesia dan Konser Religi
Indonesia memiliki banyak musisi religi populer, seperti Opick, Bimbo, Haddad Alwi, Sulis, sampai grup musik Sabyan Gambus, Ungu, Wali, dan Gigi. Walaupun masing-masing dari mereka memiliki genre yang berbeda, tapi lagu-lagu religinya masih sama menyampaikan nilai spiritual dan keagamaan melalui lirik.
Lagu Ramadhan Tiba dari Opick dan Marhaban Ya Ramadhan dari Haddad Alwi sampai sekarang masih jadi andalan untuk diputar di momen-momen ramadhan. Beberapa lagu lainnya juga mengangkat tema yang reflektif seperti Tobat Maksiat dari Wali dan SurgaMu dari Ungu. Di sisi lain, ada juga lagu yang lebih emosional seperti Ayat-Ayat Cinta dari Rossa dan Ketika Cinta Bertasbih dari Melly Goeslaw. Keberagaman jenis musik religi ini pun menunjukkan bahwa musik ini tak melulu soal dakwah saja.
Dari para musisi tersebut, tentulah mereka pernah manggung dan menampilkan lagu-lagu religinya. Konser religi biasanya diadakan saat bulan ramadhan atau dalam rangka perayaan momen keagamaan tertentu, bisa dalam konser tunggal maupun tergabung dalam festival musik. Salah satu contohnya yang tidak lama ini populer adalah kehadiran Haddad Alwi dan Sulis di Synchronize Fest 2024 lalu.
Musik dan Agama: Dinamika dan Pandangan
Jika dirunut dari sejarahnya, bisa dibilang kalau musik dan agama punya kaitan yang cukup erat. Apalagi jika digunakan sebagai media dakwah menyebarkan ajaran agama. Musik dianggap mampu menjangkau masyarakat yang lebih luas dengan cara yang tidak terlalu kaku seperti ceramah formal. Ada yang menganggap bahwa konser-konser religi pun menjadi sarana untuk mendekatkan diri dengan nilai-nilai spiritual.
Namun, pandangan terhadap fenomena ini dalam konteks keagamaan masih beragam. Situs muslim.or.id menyatakan dengan tegas bahwa bermusik merupakan hal yang melanggar syariat. Sehingga jika ada musik yang berlabel religi pun dianggap tidak menambah keimanan. Sedangkan organisasi Muhammadiyah dalam PWMU memanfaatkan musik dalam bentuk mars Sang Surya-nya sebagai sarana menyampaikan nilai dan semangat perjuangan.
Beragamnya pandangan ini menunjukkan bahwa persepsi musik religi dipengaruhi oleh tafsir keagamaan masing-masing. Sebagian ada yang menganggapnya sebagai momen reflektif, ada juga yang dengan tegas menyatakan menolak, ada juga yang memanfaatkannya sebagai momen mengenalkan nilai keagamaan dengan ringan dan menghibur.
Konser Religi dan Kontribusinya Terhadap Ekraf
Menilik konser religi yang pernah diadakan di Indonesia, muncul pertanyaan: gimana bisa konser seperti ini turut berkontribusi dan mendukung ekraf? Nah, bisa dilihat dari bagaimana kolaborasi lintas bidang pada saat penyelenggaraan konser. Biasanya festival-festival musik tidak hanya mengundang musisi untuk tampil, tetapi juga berkolaborasi dengan berbagai tenant makanan dan minuman, serta fesyen yang bisa dibuat sebagai merchandise atau pun ada brand-brand tertentu yang ikut serta.
Selain itu para content creator pun dapat ikut berperan di sini juga, melihat dari dokumentasi unggahan akun media sosial penyelenggara acara maupun para musisi. Hal ini pun dapat diambil simpul sederhana bahwa konser religi tak hanya soal musisi yang berdakwah melalui musik, tetapi juga turut menghidupkan ekosistem kreatif serta menggeliatkan roda pergerakan ekraf di Indonesia.
Jadi, termasuk worth it nggak ya soal konser religi ini? Bisa jadi iya! Musik religi nggak cuma menjadi media penyebar ajaran agama atau hiburan saja, melainkan juga bisa sebagai tempat kolaborasi lintas bidang yang saling menguntungkan.