Selamat Datang di Indiekraf Media - Kunjungi Juga Studio Kami untuk Berkolaborasi lebih Keren :)

Menuju Indiekraf Studio
Digital KreatifInsight

AI Makin Pinter, Tapi Banyak Orang Makin Ogah Pakai, Kok Bisa Gitu?

Indiekraf.com – Akal Imitasi (AI) makin hari makin pinter. Udah bisa nulis, gambar, desain, bikin perencanaan, bahkan sampai ngobrol ala chatbot pun udah mutakhir banget. Dengan segala kemudahan yang ditawarkan untuk membantu pekerjaan manusia, menariknya malah nggak semua orang mau pakai AI dalam kesehariannya. Beberapa penelitian udah mengungkapkan gimana dampak penggunaan AI pada manusia, yang kayaknya itu jadi salah satu alasan kenapa orang makin ogah pakai AI walaupun bisa membantu. Tapi, kenapa bisa gitu ya? Yuk, simak lebih lanjut!

Perkembangan AI Sepanjang Masa

AI sebenarnya terhitung bukan barang baru, melihat dari perkembangannya yang udah dimulai sejak tahun 1950-an lalu. Melansir dari Crocodic, perkembangan AI dimulai dari adanya konferensi di Dartmouth College di Hanover, Amerika Serikat pada tahun 1956. Konferensi tersebut digagas oleh John McCarthy, seorang ilmuwan komputer dari MIT (Massachusetts Institute of Technology).

Sayangnya, konferensi ini tidak langsung menghasilkan terobosan yang revolusioner. Walaupun begitu, konferensi ini jadi semacam dasar untuk meneliti dan mengembangkan AI lebih lanjut sampai sekarang.

Dalam perkembangannya pun, AI tidak selalu mengalami peningkatan. Ada masa-masa dimana perkembangannya sempat menurun, seperti pada AI Winter tahun 1970-1980. Pada waktu itu penelitian AI mengalami kesulitan besar, hasilnya pun buruk, dan biaya yang tinggi membuat orang-orang meragukan potensi teknologi ini. Sampai-sampai banyak laboratorium penelitian AI yang gulung tikar dan pendanaan pun menurun drastis.

Kemudian sempat mengalami peningkatan pada Boom di tahun 1980-1987, pengembangan AI pun kembali mengalami penurunan pada tahun 1987-1993. Pun di masa perkembangannya, AI masih mengalami pasang-surut akibat dari kurangnya data sampai kesulitan dalam melatih jaringan syaraf tiruan (neural network) dalam skala besar, ditambah ekspektasi yang berlebihan yang membuat kekecewaan ketika hasilnya tidak sesuai dengan harapan.

Sampai di tahun 2011, AI mulai berkembang secara signifikan. Mulai dari penggunaan deep learning untuk memproses data yang besar (big data) sampai perbincangan tentang potensi pencapaian Artificial General Intelligence (AGI). Mulai tahun inilah AI semakin berkembang dan mampu berintegrasi dengan berbagai bidang kehidupan. 

Infografis perkembangan AI – Sumber gambar: digitalwellbeing.org

AI sudah memungkinkan komputer untuk memproses big data hingga mengolah algoritma untuk mengerjakan tugas-tugas, seperti mengenali gambar dan suara. Nah, ketersediaan data yang besar, memungkinkan algoritma AI untuk membuat pola dan memunculkan hasil yang semakin akurat. Bahkan di masa kini, AI pun sudah bisa membuat gambar, menulis, nyanyi, mengolah data, dan juga ngobrol dengan manusia. AI di masa kini sudah banyak digunakan untuk membantu pekerjaan manusia supaya lebih mudah dan efektif.

Gimana Teknologi Ini Bisa Membantu Manusia

Baru-baru ini AI jadi banyak perbincangan masyarakat. Kemampuannya dalam mengolah data kini bisa dibilang sangat membantu manusia, seperti pelajar di masa kini yang sudah bisa menggunakan kecerdasan buatan ini untuk merangkum materi dan menyediakan sumber referensi. Apalagi dengan AI generatif pun sekarang kita sudah bisa ngobrol dengan AI, jadi bisa nggak kesepian deh kalo punya temen ngobrol.

Siri, asisten digital bawaan Apple – Sumber foto: Omid Armin via Unsplash

Teknologi tersebut pun memungkinan suatu layanan bisa dipersonalisasi sehingga interaksi kita dengan komputer bisa lebih interaktif dan sesuai dengan kebutuhan. Para pekerja juga bisa memakai teknologi ini untuk bikin email, script, gambar, dan konten, sampai translate teks atau suara dan juga merangkum jurnal penelitian.

AI generatif yang ada sekarang ini juga sudah banyak yang dapat diakses secara gratis. Para pengusaha yang sedang ingin mengkomersilkan layanan/produknya dapat menggunakan teknologi ini sebagai alat bantu dalam brainstorming ide, analisis data pelanggan, sampai memasarkan dengan gratis. Jadi bisa menekan pengeluaran biaya kalau dibantu AI.

Ada banyak sekali kemampuan AI yang sebenarnya juga bermanfaat bagi manusia. Pekerjaan bisa dikerjakan lebih cepat dan efisien sehingga hemat waktu, sampai jadi mudah banget melakukan banyak hal, jadi nggak capek-capek amat karena udah dibantu sama teknologi. Mudah, cepat, murah, kurang apa lagi? 

Tapi, Kenapa Beberapa Orang Malah Ogah Pakai AI?

Nah, dengan beragam kemudahan dan kecanggihan yang bisa dikerjakan oleh AI, sayangnya ada beberapa orang yang malah ogah memakai AI. Beberapa penelitian pun telah mengungkapkan bahwa penggunaan AI mengalami penurunan di beberapa sektor. Misalnya, survei yang dilakukan oleh Digital Information World menyampaikan bahwa di tahun 2024 terjadi penurunan penggunaan AI dibanding tahun 2023. 

Contohnya dalam penggunaan software yang bisa mengenali gambar atau suara, mulanya ada pada 64,9% di tahun 2023 dan menurun menjadi 46,5% di tahun 2024. Penggunaan chatbot otomatis juga turun dari 55,6% di tahun 2023 ke 32,3% di tahun 2024.

Sumber gambar terlampir

Nah, penurunan ini terjadi karena ada kekhawatiran akan isu kualitas, bias, orisinalitas, dan juga keamanan privasi data secara online. Beberapa kreator juga menyampaikan bahwa pakai AI malah bisa menghabiskan lebih banyak waktu daripada mikir atau ngide sendirian.

Guardian pun melaporkan bahwa ada kekhawatiran akan penggunaan AI generatif yang berisiko menurunkan kemampuan kognitif manusia. Walaupun bisa meningkatkan produktivitas, ketergantungan pada AI ternyata bisa mengikis kemampuan berpikir kritis, memori, dan kreativitas.

Beberapa penelitian pun telah mengungkapkan bagaimana siswa yang ketergantungan dengan teknologi, termasuk AI, mengalami tren penurunan IQ dan performa dalam matematika, sains, dan membaca. Alasannya karena dengan AI, siswa bisa terbiasa untuk “menyerahkan tugas berpikir” supaya dikerjakan AI saja.

Ditambah, konten-konten yang dihasilkan oleh AI bisa menyesatkan atau dimanipulasi, sehingga akurasi data yang dihasilkan oleh AI pun cenderung berisiko. Survei yang dilaporkan oleh Axios menyatakan bahwa 48% pekerja di Amerika Serikat merasa tidak nyaman ketika menyatakan kalau mereka menggunakan AI di tempat kerja karena takut dicap malas, curang, atau tidak kompeten.

Di Indonesia sendiri, adopsi penggunaan AI cenderung rendah dibandingkan dengan negara di Asia Pasifik lainnya. Survei PwC menyatakan bahwa di tahun 2023 ada 53% CEO di Indonesia yang belum mengimplementasikan AI di perusahaannya. Makin ke sini pun, teknologi yang makin canggih malah menimbulkan sikap skeptis dan keresahan di masyarakat, utamanya pada bidang seni.

Seperti yang dilaporkan dalam Dewan Kesenian Jakarta, beberapa tokoh menyampaikan bahwa walaupun AI bisa sangat membantu manusia, masih diperlukan sikap kritis dan skeptis karena komputer-komputer ini masih rawan bias. Produk-produk AI dibangun atas dasar “mencuri” data yang sudah ada sebelumnya, sehingga hasil “karya”nya bisa sangat monoton dibandingkan hasil karya seni seniman asli. 

Walaupun beberapa seniman menyatakan bahwa AI bisa membantu sebagai mitra dalam mengembangkan karya, masih muncul keresahan bahwa teknologi ini dapat berpotensi menggantikan manusia. Ditambah belum adanya regulasi yang benar-benar secara eksplisit mengatur tentang teknologi Akal Imitasi ini, menambah keresahan akan kepemilikan karya dan urusan hak cipta.

Muncul Sentimen Negatif dari Masyarakat yang Ogah Beli Produk yang Memakai AI

Nah, dengan keresahan dan sikap skeptis yang muncul di masyarakat tersebut, tidak hanya terjadi pada masyarakat yang ogah pakai AI saja, tetapi juga sampai muncul sentimen negatif kalo masyarakat pun ogah beli-beli produk yang pakai AI. 

Kemudahan dalam memakai AI untuk diaplikasikan ke dalam produk, misalnya produk tersebut memakai ilustrasi yang dihasilkan AI generatif, menimbulkan penilaian kalau produk itu tidak original dan kurang kreatif. Caption-caption yang dipakai dalam memasarkan produk, jika itu kelihatan menggunakan AI atau ditulis oleh AI, juga dinilai terasa kurang personal oleh masyarakat.

InsightTrendWorlds melaporkan kalau ada 70% konsumen global yang tidak merasa nyaman mengonsumsi konten-konten kreatif yang sepenuhnya dibuat oleh AI walaupun kontennya bagus dan berkualitas. Sebagian besar konsumen pun lebih memilih untuk mengonsumsi konten yang dibuat dengan campur tangan kreativitas manusia. 

Sehingga wajar kalau ada masyarakat yang jauh lebih menghargai produk-produk handmade yang original hanya dikerjakan oleh manusia, karena mereka menilai produk tersebut lebih autentik dan punya nilai yang lebih tinggi dibanding hanya karena kerjaan AI.

Makin Canggih Bukan Berarti Makin Diterima Masyarakat 

AI jelas kelihatan makin powerful dengan segala kecanggihannya yang sekarang sudah kelihatan. Tapi, ternyata punya kecanggihan bukan selalu berarti makin diterima oleh masyarakat.

Beberapa dari masyarakat memilih untuk tidak menggunakan AI, membatasi penggunaan, sampai malah ogah-ogahan beli produk yang dicampuri dengan teknologi yang cerdas ini. Karena notabene manusia pun tidak hanya butuh efisiensi saja, tetapi juga keaslian, keakuratan, dan juga keamanan data privasi.

Sedangkan sayangnya AI tidak selalu bisa menghasilkan atau menyajikan apa yang dibutuhkan manusia, apalagi AI generatif pun hasilnya tergantung dari prompt yang diketik oleh si user (manusia) itu sendiri. Ditambah belum ada regulasi yang eksplisit mengatur tentang hal ini.

Maka dari itu menurut hemat penulis, teknologi tidak selalu berarti salah, tapi tinggal bagaimana kita sebagai manusia memanfaatkannya dengan cara yang sehat supaya bisa hidup berdampingan dengan perkembangan teknologi dan zaman. Kalau kamu sendiri termasuk tim pakai AI atau ogah dan sampai enggan beli produk yang pakai AI juga?

Baca Juga:

Game Dev Malang (GDM) Adakan Game Ideation untuk Para Pelaku Gim di Kota Malang
Kemenkumham Siapkan Regulasi Terkait Dengan Perkembangan AI di Indonesia
Jadi Kolaborator Ajaib, Ini Gongnya AI Mengubah Industri Kreatif Masa Kini
Seru-seruan Tanpa Batas di IdeaFest, Festivalnya Orang-orang Kreatif dan Inovatif!
Trend Joki Strava: Dari Viral Sampai Alternatif Aplikasi Lain yang Bisa Kamu Gunakan

Show More

Related Articles

Back to top button