Indiekraf.com – Moshing adalah sebuah istilah yang tidak asing bagi penggemar musik keras. Biasanya moshing identik dengan konser band musik bergenre punk maupun hardcore dan diketahui merupakan sebuah ekspresi penonton dalam menikmati musik. Euforia seperti ini kadang dianggap kontroversial karena cenderung beresiko bagi fisik penonton itu sendiri. Simak artikel ini, yuk, untuk mengulas tradisi moshing dengan lebih lanjut!
Seputar tentang moshing
Buat kaum awam, nih, kalau kamu memperhatikan konser musik keras, biasanya ada beberapa penonton yang mengangkat tubuh penonton lain ke atas atau ada beberapa penonton yang membentuk gerakan melingkar di tengah-tengah kerumunan dan tampak saling menari atau menabrakkan badannya satu sama lain. Aktivitas seperti inilah yang dikenal sebagai moshing atau slam dancing.
Melansir dari berbagai sumber, moshing merupakan aktivitas fisik yang dilakukan oleh penonton konser musik untuk mengekspresikan kegembiraannya dalam menikmati konser live. Biasanya cara yang digunakan adalah dengan melakukan gerakan-gerakan energetik di dalam wilayah penonton konser yang disebut sebagai mosh pit. Para penonton yang terlibat biasanya membentuk lingkaran di tengah kerumunan untuk nantinya wilayah tersebut digunakan penonton yang hendak melakukan moshing.
Gerakan-gerakan yang dilakukan bermacam-macam, ada yang melompat, berputar, mendorong, dan berdesakan dengan semangat yang tinggi. Kadang kala gerakan-gerakan seperti ini bisa tampak kasar, tetapi moshing seringkali dilakukan dengan keadaan sadar secara kolektif. Maksudnya, para penonton akan saling bertanggung jawab dalam menjaga keselamatan satu sama lain saat terlibat moshing.
Walaupun aktivitas ini identik dengan konser musik bergenre punk, hardcore, dan heavy metal, moshing juga bisa ditemui dalam konser musik genre lainnya. Moshing dianggap sebagai bentuk ekspresi yang kuat dari penonton dalam melepaskan energi, merespon, dan menikmati musik yang mereka cintai dengan mengikuti alunan musik yang enerjik.
Melansir dari xoeoindonesia, terdapat solidaritas dan kebersamaan antar para penonton yang terlibat, membuat aktivitas moshing menjadi bagian integral dan budaya konser dari subkultur musik tertentu. Sehingga para penonton dan penikmat musik dapat terlibat secara aktif dalam pertunjukan musik.
Berbagai jenis moshing
Aktivitas ini tidak hanya saling menabrakkan diri di dalam kerumunan saat menonton konser musik, ada beberapa jenis moshing yang diketahui. Beberapa yang populer adalah sebagai berikut, Headbang: gerakan mengangguk-anggukkan kepala ke atas dan bawah, biasanya dilakukan saat menikmati konser musik rock dan heavy metal, Skanking dance: biasanya dilakukan oleh penikmat musik SKA, dilakukan dengan gerakan menari menggunakan badan membungkuk dan mengayunkan siku tangan kiri dan kanan.
Stage diving: jenis moshing yang dilakukan dengan melompat dari panggung ke atas kerumunan penonton lain yang sedang crowd. Biasanya aktivitas ini dilanjutkan dengan crowd surving, yaitu bergerak dari atas, ke satu orang ke orang lain di atas kerumunan. Aktivitas ini seolah seperti berayun dan sedang berada di atas ombak, dan Circle pit: adalah gerakan membuat lingkaran di tengah banyak orang, biasanya berlawanan dengan arah jarum jam yang dilakukan oleh beberapa orang.
Gerakan lainnya antara lain, pogo dance, head walk/head a step, wall of death, hardcore dance (memiliki beberapa style: 2 step, backward kicks/spin kicks, picking up change, punching the midget, windmill, air punch/pointing finger).
Sejarah dan asal-usul
Melansir dari berbagai sumber, aktivitas moshing awalnya berkembang di Amerika Serikat pada sekitar tahun 1975 – 1980. Mulanya ada anak-anak punk dan ska yang menari saat menikmati alunan lagu dan band idolanya, tarian tersebut kemudian dikenal sebagai tari pogo.
Dalam perkembangannya, mengutip dari artikel ilmiah dalam Jurnal Studi Pemuda (2023), penelitian dari Susan Willis menyatakan bahwa Amerika pada masa itu memiliki peran besar dalam melahirkan budaya moshing sebagai tarian pengiring pada pertunjukan musik hardcore. Ada kepercayaan bahwa salah satu band dari Washington D.C. lah yang memberikan istilah moshing sebagai bentuk tarian apresiasi.
Musik hardcore seringkali memiliki kandungan politis yang kemudian dimanfaatkan sebagai wadah untuk menyuarakan suatu gerakan terhadap kebijakan politik luar negeri presiden Amerika Serikat di pertengahan dekade 80-an. Lebih lanjut, hardcore juga menjadi induk terhadap kemunculan tarian apresiasi yang diadaptasi dari tari pogo pada musik punk, yaitu moshing yang pada saat itu berkembang bersamaan dengan slam dancing.
Selaras dengan kandungan dari musik hardcore tersebut, tarian moshing juga dianggap menunjukkan sikap perlawanan dan penolakan terhadap berbagai kemapanan yang diciptakan pihak penguasa, dan menegaskan rasa kebebasan serta kekecewaan yang dirasakan oleh generasi muda di Amerika.
Dari sini lah bisa dikatakan bahwa tarian moshing merupakan bentuk tarian yang selain menjadi cara penonton menikmati musik, juga sebagai bentuk ekspresi emosi. Di Malang Raya sendiri, yang merupakan salah satu kiblat dan tolak ukur kehadiran musik hardcore/underground di Indonesia, gerakan moshing juga ikut tumbuh subur di kota ini.
Budaya dan euforia penonton dalam menikmati musik
Melansir dari artikel jurnal yang sama, seringkali moshing masih dipandang negatif oleh masyarakat awam. Walaupun begitu, tak dapat dipungkiri bahwa moshing memiliki eksistensi sebagai subkultur yang memiliki makna sebagai aliran atau gerakan yang melawan gelombang utama pada masyarakat dominan yang dimanifestasikan melalui musik, cara berpakaian, dan gaya hidup.
Apalagi dengan beberapa kejadian tragis dan merugikan yang pernah terjadi dalam konser band keras, moshing masih belum sepenuhnya bisa diterima oleh masyarakat umum. Namun, penelitian menemukan sudut pandang lain dari pelaku moshing itu sendiri, khususnya di Malang Raya.
Penelitian yang tercatat dalam Jurnal Studi Pemuda (2023) tersebut mengungkapkan bahwa moshing hadir sebagai tempat untuk melampiaskan energi dan bersenang-senang, tidak untuk saling menyakiti. Moshing telah memfasilitasi pemuda Malang Raya untuk menuangkan selera yang sama dalam menikmati musik hardcore, juga sebagai ruang untuk saling berjumpa, berekspresi, dan bersatu berdasarkan selera dan estetika yang sama.
Walaupun pada awalnya perkembangan moshing dianggap sebagai media kebebasan berekspresi, tetapi di Malang Raya tidak sepenuhnya demikian. Moshing di Malang Raya seringkali erat kaitannya dengan aturan-aturan dasar yang perlu dipatuhi para pelaku, misalnya untuk saling menjaga, melindungi, dan bertanggung jawab dengan sesama pelaku moshing supaya tidak terjadi kerugian yang tidak perlu.
Baca juga:
Rayakan 22 Tahun Bermusik, Andien Beri Kejutan Pada Para Penggemarnya
Gelar Mini Konser Perdana, Jivazzbigband Bikin Ratusan Pengunjung Cafe Bergoyang Asoy
Di area moshing kerap kali para pelakunya akan melakukan berbagai gerakan yang berisiko pada fisik, seperti senggolan atau pukulan. Nah, salah satu narasumber ada yang menyatakan bahwa pelaku moshing sepatutnya sudah mengetahui risiko ini, maka dari itu peraturan-peraturan tersebut ditegakkan agar para penikmat moshing tetap memiliki ruang bebas berekspresi dengan tidak menimbulkan kejadian yang berbahaya bagi pelaku yang lainnya.
Kaitannya dengan industri kreatif musik
Moshing seyogianya tidak bisa dipisahkan dari industri musik, utamanya genre punk, hardcore, dan metal, jika dilihat dari sejarah dan waktu pelaksanaannya. Mulai dari mosh pit yang menjadi area tempat moshing biasa dilakukan di depan panggung konser, hingga euforia pengekspresian emosi dari penikmat musik itu sendiri. Moshing menjadi identitas budaya subkultur di dalam industri musik tersebut.
Dalam industri kreatif, keberadaan aktivitas yang dinamis di konser ini menarik perhatian penonton yang setia, yang kemudian dapat ikut berkontribusi pada penjualan tiket konser hingga merchandise. Hal ini menciptakan ekosistem yang saling mendukung antara ekspresi budaya, penyelenggara acara, dan keberlangsungan ekonomi dalam industri musik secara keseluruhan.
Sehingga walaupun seringkali masih dianggap sebagai aktivitas yang cenderung negatif dan kontroversial, keberadaan moshing dapat dimaknai sebagai subkultur yang turut mewarnai pengalaman konser musik secara keseluruhan. Pun dapat menjadi wadah untuk memperkuat interaksi antar seniman dan penonton yang pada akhirnya dapat mendorong inovasi dan pertumbuhan dalam industri musik.