Indiekraf.com-Diagnosa dokter yang menyatakan memiliki penyakit yang tak bisa disembuhkan, membuat siapapun kita pasti memikirkan masalah tersebut terus menerus hingga menyebabkan kondisi mental dan psikis terganggu.
Begitu juga yang dirasakan oleh seorang wanita bernama Dyah Rahmawati Wicaksana Ningtyas seorang ibu rumah tangga yang tinggal di wilayah Cemorokandang Kota Malang. Namun seiring berjalannya waktu Dyah tak ingin berputus asa dengan vonis dokter tersebut. Ia pun mendapat hidayah melalui sayur organik.
Sebelum bercocok tanam sayur organik, Dyah mengawali dengan membeli sayur organik, padahal sayur organik di pasaran cukup susah didapatkan dan pastinya harganya cukup mahal. Setelah beberapa lama merasakan mahalnya sayur organik itu, Dyah akhirnya berinisiatif untuk menanam sayuran non pupuk kimia itu di pekarangan rumahnya.
Baca juga :
Yuk Kenalan Sama 9 Aktor Keren Pelaku Industri Digital Kreatif Kota Malang
Ini Dia Wisata ‘Sawah Aesthetic’ Baru di Malang
Berbekal ilmu pertanian yang ia dapat di perkuliahan, Dyah memberanikan diri memulai usaha di tahun 2015. Kegagalan dan pertentangan sosial kerap menghampirinya, namun dengan tekad baja dan semangat pantang menyerah, Dyah akhirnya mampu mengembangkan pertanian organik di tempat tinggalnya di pinggiran kota Malang.
“Jadi pertanian organi kini awalnya pada 2015,waktu itu saya divonis dokter sakit saya akan berulang terus, tapi saya meyakini bahwa sakit itu ada obatnya, sehingga dari situ secara otodidak saya mencari obat alternatif dengan pengaplikasian tanaman organik,” kata Dyah Rahmawati.
Seiring berjalannya waktu alumnus Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya ini telah mengembangkan 25 jenis tanaman sayuran organik di 3 kebun utama seluas 2 hektar di kawasan Cemorokandang kecamatanKedungkandang Kota Malang.
Baca juga :
Siap Hadir di Indonesia! Ini Dia Masker Airism Uniqlo, Apa Uniknya?
Mengulik Aplikasi Pendidikan Kebanggaan Kota Malang, Edupongo, Dalam Angka
“Alhamdulilah selama 5 tahun berjalan dari yang awalnya petak kecil ukuran 3x 1,5 meter sekarang kita sudah 2 hektar,kita jugaada petani binaan dansudah tidak mungkin bagi saya untuk memproduksi sendiri sayur yang di delivery kepada konsumen rumahan apalagi konsumen mitra bisnis kami,” tambah alumnus Universitas Brawijaya ini.
25 jenis tanaman oraganik mulai sawi, kangkung, bayam hijau, bayam merah hingga kale sudah dikembangkannya. Hasil panennya pun cukup mampu mencukupi kebutuhan syuran organik pasar lokal.
Dari pengembangan sayuran organik tersebut, Dyah juga memasarkan hasil panennya melalui media sosial Instagram @abangsayurorganik . Bahkan melalui perjuangannya itu, saat ini Dyah mampu mengajak 19 orang petani tradisional dan warga sekitar rumahnya untuk mengembangkan pertanian organik.
Buah perjuangan dari kerja kerasnya pun terbayar dengan masuk lima besar kelompok Penumbuhan Wirausaha Muda Pertanian (PWMP) terbaik tahun 2018 silam. Selain itu Dyah juga didapuk menjadi Duta Petani Milenial tahun 2020.