Indiekraf.com – Kesenian bantengan adalah salah satu kesenian tradisional khas Jawa Timur. Terkenal dengan istilah mberot, kesenian yang satu ini menampilkan atraksi 2 orang yang memakai topeng dan kostum banteng. Kabarnya kesenian ini akan dibuatkan hak paten oleh Pemerintah Kabupaten Malang, benarkah? Simak artikel ini sampai habis untuk tahu informasi terkait kesenian bantengan hingga kabar terbarunya.
Info “Mberot”, Memangnya “Mberot” Itu Apa?
Beberapa waktu yang lalu sempat viral istilah mberot. Dilansir dari radarmalang.jawapos.com, kata mberot bermakna berontak atau marah dalam bahasa Jawa Timuran. Dalam istilah Jawa, kata mberot juga berarti melarikan diri atau melepaskan diri, merujuk pada sapi yang diikat. Maka dari itu, ketika seseorang mberot seringkali diibaratkan seperti banteng yang sedang berontak dengan tenaga besar. Istilah mberot ini juga sering berkaitan dengan Kesenian Bantengan yang kaya akan makna dan simbolisme.
Kesenian Bantengan, Nggak Sekedar Marah atau Musik Berisik
Dalam pertunjukan Bantengan, biasanya terdapat 2 orang yang bertugas sebagai kaki depan dan kaki belakang dari kostum banteng yang dipakai. Orang yang mengontrol gerakan kepala banteng biasanya disebut sebagai orang yang mberot. Biasanya jika bagian kepala banteng mengalami kesurupan atau mberot, orang yang memainkannya juga mengalami hal serupa.
Uniknya, beberapa hal yang diunggulkan dari Kesenian Bantengan ini adalah gabungan dari atraksi tari, olahraga kanuragan, musik, dan mantra yang menimbulkan kesan suasana magis yang kental. Tak luput juga ketegangan yang muncul saat pemain Bantengan mengalami kesurupan menjadi daya tarik tersendiri pada kesenian ini.
Pertunjukan ini pada umumnya menggunakan kostum hitam dengan topeng kepala banteng yang dipakai oleh pemain-pemainnya. Biasanya kepala banteng tersebut terbuat dari kayu yang dilengkapi tanduk kayu atau tanduk asli dari kerbau atau banteng yang sudah mati, serta diiringi dengan musik khas seperti gamelan.
Acap kali Kesenian Bantengan dipertunjukkan dalam berbagai acara seperti karnaval, khitan, pernikahan, atau festival kebudayaan lainnya. Tak hanya itu, kesenian khas Jawa Timur ini memiliki tujuan sakral, seperti sebagai tolak balak, menghormati leluhur, hingga untuk melestarikan budaya tradisional agar tidak punah.
Baca juga:
Melalui Seleksi Ketat Moni-Age Jadi Maskot Resmi Kabupaten Malang
Pemkot Malang Akan Terus Kembangkan Ekonomi Kreatif Lewat Tranformasi Digital
Kembangkan Ekonomi Kreatif, KEK Kota Malang Didukung Penuh Pemerintah Daerah
Dilansir dari laman kemendikbud, Kesenian Bantengan memiliki banyak nilai yang dikandungnya. Seperti nilai kebersamaan atau gotong royong, nilai keindahan, nilai kebenaran, nilai kebaikan, nilai tanggung jawab, nilai religius, nilai kepercayaan, serta nilai keburukan dan kejahatan. Dikarenakan Kesenian Tradisional Bantengan merupakan kesenian komunal yang melibatkan banyak orang dalam setiap pertunjukannya, seperti halnya sifat kehidupan banteng yang hidup berkelompok (koloni), sehingga kebudayaan Bantengan ini membentuk perilaku masyarakat yang menggelutinya untuk selalu hidup dalam keguyuban, gotong royong, dan menjunjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan.
Kesenian Bantengan Hendak Dibuatkan Hak Paten?
Kabar terbarunya, diberitakan oleh malangkab.go.id, Kesenian Bantengan ini akan diupayakan untuk memiliki hak paten sebagai kesenian khas asli Kabupaten Malang. Hal ini merupakan harapan yang disampaikan oleh Bupati Malang, Drs. H. M. Sanusi, M. M., saat membuka workshop Bantengan yang diselenggarakan di Pendopo Panji Kabupaten Malang pada Sabtu, 8 Juni 2024 lalu.
Dalam sambutannya, Bupati Malang tersebut menyampaikan kepada Pj. Sekda dan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang untuk dapat mengupayakan hak paten supaya nantinya Kesenian Bantengan ditetapkan sebagai kesenian asli Kabupaten Malang.
Menurut Bupati Malang, Kesenian Bantengan di Kabupaten Malang itu berbeda. Tidak hanya sekadar ngamuk seperti di daerah lain, tetapi Bantengan menjadi suatu kesenian dan tontonan yang menghibur masyarakat. Bupati Malang tersebut mengutarakan bagaimana caranya mengemas nilai-nilai seni tari dan seni budaya pada Bantengan agar dapat disuguhkan sebagai ajang hiburan bagi masyarakat.
Karena seringkali Bantengan selama ini cenderung dilaksanakan dengan meresahkan masyarakat, seperti dilaksanakan semalaman suntuk dan menggunakan sound yang kencang, Bupati Malang menyampaikan tentang perlunya pengelolaan yang lebih baik. Contohnya dicarikan tempat yang memadai dan pemilihan waktu pentas yang tepat, semata-mata supaya tidak mengganggu masyarakat karena sound kencang yang dilakukan semalaman suntuk.
“Saya harap kesenian Bantengan ini dapat terus dibina melalui Disparbud dan Dewan Kesenian Kabupaten Malang serta dapat diagendakan untuk menjadi festival tahunan di Kabupaten Malang. Apresiasi yang tinggi juga saya sampaikan kepada para pelaku seni dan pecinta Bantengan se-Kabupaten Malang. Teruslah berkreasi demi memajukan kesenian Bantengan,” ujar Bupati Malang mengakhiri sambutannya.
Dalam acara workshop ini, Bupati Malang juga berkesempatan untuk menyerahkan secara simbolis Dana Hibah kepada Dewan Kesenian Kabupaten Malang untuk menaungi perkembangan SDM melalui workshop dan pelatihan tentang Kesenian Bantengan. Dengan harapan nantinya workshop ini juga dapat menjadi forum dialog dengan para pelaku seni Bantengan se-Kabupaten Malang guna bersama-sama mengupayakan kemajuan Kesenian Bantengan, utamanya untuk menjauhkan citra negatif di masyarakat.
Nah, itu tadi seputar Kesenian Bantengan “Mberot” yang sempat viral di Malang Raya. Walaupun seringkali terkesan ngamuk atau kesurupan dan berisik dengan sound musik khasnya yang kencang, sebenarnya Kesenian Bantengan penuh dengan makna dan simbolisme yang kuat. Untuk berita kelanjutan dari hak paten yang diupayakan tersebut, kita sama-sama tunggu kabar selanjutnya saja, ya!
Sumber:
malangkab.go.id
radarmalang.jawapos.com,
warisanbudaya.kemendikbud.go.id