Indiekraf.com – Franchise telah menjadi salah satu model bisnis yang populer di Malang. Ada banyak franchise yang sudah membuka outletnya dan tersebar di Malang Raya, mulai dari industri kuliner, kesehatan, hingga retail. Menariknya, beberapa franchise tersebut seolah sengaja membuka outlet besar-besaran dalam satu waktu, menjadikannya seperti trend yang menjamur di Malang. Kenapa seperti itu ya?
Sebelum lebih jauh mari bahas dahulu tentang franchise. Dilansir dari berbagai sumber, franchise merupakan bentuk usaha dimana pemilik usaha (franchisee) mendapatkan hak kekayaan intelektual (HaKI) dari pemilik franchise (franchisor) untuk mengelola usahanya dengan nama brand franchise tersebut. Bisnis ini memiliki sistem imbal balik, dimana nantinya franchisee berkewajiban untuk melakukan pembayaran dari franchise fee dan royalti fee kepada franchisor.
Franchise di Malang
Di Malang sendiri, beberapa bisnis franchise yang populer tersebar adalah franchise kuliner dan retail. Sempat menjadi viral, franchise kuliner seperti Mixue dan Tomoro Coffee telah menjamur di Malang. Franchise retail juga mengalami hal serupa, mulai dari Lawson hingga yang terbaru, FamilyMart, telah membuka banyak outlet di Malang.
Seperti yang disinggung sebelumnya, beberapa franchise yang hadir di Malang telah membuka banyak outlet secara bersamaan di satu waktu. Hal ini diketahui merupakan sebuah strategi marketing yang digunakan perusahaan tersebut untuk menarik konsumen.
Strategi marketing yang seolah jadi trend ini menjadi menarik untuk diulas. Dikutip dari fullstopindonesia, beberapa alasan mengapa bisnis franchise melakukan hal tersebut adalah: mereka mengambil kesempatan, memahami target market, dan percaya 100% dengan produk atau jasa yang diberikan.
Mengapa bisa demikian?
Mari ambil satu kasus dari industri retail. Diawali dari Lawson, outlet retail satu ini sempat viral beberapa waktu yang lalu.
Lawson
Merangkum dari Kasir Pintar, Lawson adalah jaringan toko retail dengan konsep toko serba ada (convenience store) yang berasal dari Jepang. Toko ini menyediakan beragam produk, mulai dari makanan siap saji, olahan kopi, hingga produk kesehatan dan jasa pelayanan dengan harga yang relatif terjangkau. Biasanya convenience store buka 24 jam dan menyediakan fasilitas tempat duduk untuk pengunjung, sehingga bisa menjadi rujukan yang pas bagi masyarakat untuk berbelanja dan nongkrong.
Awalnya Lawson hanya beroperasi di Kanto, Jepang. Namun, seiring dengan perkembangan bisnis, Lawson telah menyebar ke seluruh Jepang dan kini sudah tersebar ke negara lain, termasuk Indonesia sejak 2011 lalu. Dengan konsep convenience store, Lawson menawarkan berbagai makanan siap saji dan produk lainnya, serta tempat duduk untuk pengunjung bisa nongkrong. Lawson juga menyediakan jajanan khas Jepang seperti Oden, Onigiri, Ramen, Bento, dan lainnya yang menjadi daya tarik tersendiri dari toko ini.
FamilyMart
Sama dengan Lawson, FamilyMart adalah perusahaan retail dengan konsep convenience store. FamilyMart diketahui merupakan retail asal Jepang yang telah melakukan ekspansi ke negara lain, termasuk Indonesia sejak 2012 lalu. Produk yang ditawarkan beragam, mulai dari makanan ringan khas Jepang dan Korea, olahan ayam dengan nasi, olahan kopi dan minuman berperisa lainnya, hingga kebutuhan rumah tangga dan produk kesehatan.
Kedua convenience store ini memiliki produk unggulannya masing-masing, Lawson dengan Oden-nya dan FamilyMart dengan olahan kopinya. Menariknya, dilansir dari berbagai sumber, Lawson dan FamilyMart diketahui menyasar market penggemar Jepang dan Korea. Kenapa Jepang dan Korea?
Budaya convenience store di Jepang dan Korea hingga pintarnya franchise mengambil momen
Berdasarkan data yang dikutip dari artikel businesskorea pada 2024, Jepang memiliki lebih dari 55 ribu outlet convenience store per tahun Januari 2021, sedangkan di Korea mencapai 50 ribu outlet di tahun 2021 dan meningkat 1000 hingga 2000 outlet setiap tahunnya.
Budaya Jepang dan Korea yang seperti ini ikut memberi memberi dampak pada kebiasaan masyarakat Indonesia juga, meninjau dari bagaimana hype Jepang dan Korea yang digemari sebagian masyarakat Indonesia.
Ditambah paparan dari konten media sosial maupun K-Drama tentang belanja/makan di convenience store, membuat masyarakat Indonesia ikut mengadopsi kegiatan serupa. Melansir dari fullstopindonesia, masyarakat Indonesia cenderung memiliki sikap Fear Of Missing Out (FOMO) yang membuatnya ikut ambil andil dalam ekspansi besar-besaran outlet convenience store di Indonesia.
Baca juga:
Standard Denim Buka Lagi, Hadirkan Artikel Lokal hingga Internasional!
Rekomendasi Aplikasi untuk Bantu Tingkatkan Produktivitas Kerja
Nah, para franchisee dan franchisor pintar dalam mengambil momen ini. Mereka sudah tahu market mana yang ingin dituju, ditambah franchise tersebut juga memiliki produk unggulannya masing-masing yang dapat ikut menyasar market tersebut. Nah, gabungan dari poin-poin ini menjadi bekal yang tepat untuk mengambil strategi ekspansi outlet convenience store secara besar-besaran.
Biasanya outlet-outlet tersebut akan diletakkan di lokasi yang strategis, seperti area kampus dengan kumpulan mahasiswanya, atau area pekerja dan wisata. Dengan meletakkan outlet di tempat-tempat strategis seperti itu, anggapannya akan dapat meraih untung karena sesuai dengan target market-nya.
Risiko ekspansi besar-besaran franchise
Namun, sayangnya strategi seperti ini bisa saja berisiko. Seperti yang diketahui bersama, outlet convenience store di Indonesia tidak hanya Lawson dan FamilyMart saja.
Sebelum itu, sudah ada retail serupa seperti 7-Eleven, dengan produk unggulannya berupa Slurpee. 7-Eleven sempat berjaya di masanya, tetapi diberitakan oleh CNN, seluruh outletnya kini sudah ditutup pada 2017 lalu karena keterbatasan sumber daya untuk menunjang kegiatan operasional.
Kenapa bisa begitu, ya?
Mengutip dari Kontan, outlet convenience store dapat tumbang dan tutup permanen karena sebab-sebab tertentu. Tutum Rahanta, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), menyatakan bahwa konsep bisnis convenience store tidak bisa diterima semua kalangan. Ada wilayah tertentu yang dapat menerima konsep bisnis ini, tetapi di wilayah lain tidak bisa berkembang.
Beberapa faktor yang dapat memicu penutupan outlet convenience store adalah bisnis franchise seperti ini bisa saja mengalami kerugian, sehingga satu-satunya pilihan ketika terus merugi adalah dengan menghentikan operasional. Lalu, adanya peraturan pemerintah yang mengganggu bisnis mereka seperti pelarangan penjualan produk tertentu.
Lebih lanjut adalah konsep bisnis tidak sesuai dengan market yang ada atau salah lokasi, dan terakhir perkembangan kondisi ekonomi makro bisa memengaruhi daya beli masyarakat yang melambat.
Perpaduan dari faktor-faktor ini dapat memicu risiko penutupan outlet convenience store yang sebelumnya telah melakukan ekspansi besar-besaran di Indonesia. Suatu hal yang menjadi trend, bisa saja akan mereda di kemudian hari. Sehingga ketika di awal sudah mengambil strategi untuk ekspansi besar-besaran dalam membuka outlet bisnis yang sedang viral, bisa saja ada risiko yang mengikutinya.